Penemuan bungkusan plastik berisi aneka jenis narkoba, Selasa (14/4) pagi, di sekitar Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta, mengonfirmasi bahwa peredaran narkoba makin merajalela. Bungkusan berisi narkoba senilai Rp 1 miliar tersebut sengaja dibuang oleh JS, warga binaan di Rumah Tahanan Salemba, untuk menghindari razia gabungan di dalam rutan.
Kepala Rutan Salemba Gun Gun Gunawan mengatakan, pihaknya sudah mengendus ada peredaran narkoba di kalangan warga binaan. Terlebih pada pekan lalu ada warga binaan, yakni Asiong Cecep dan Kim, yang dijemput tim Direktorat Tindak Pidana Narkoba Polri terkait kasus narkoba yang melibatkan Freddy Budiman.
"Tiga malam berturut-turut ini kami lakukan razia, tapi lolos terus. Hari ini (Selasa), kami apel pagi pukul 06.30 di bagian belakang rutan bersama Kepala Lapas Salemba dan anggota satgas. Saya instruksikan untuk melakukan penggeledahan narkoba," ujar Gun Gun.
Saat penggeledahan, warga binaan masih berada di blok dan bersiap apel pagi. Diduga, pemilik narkoba ini panik karena melihat pergerakan petugas ke bagian belakang rutan, lalu menyuruh JS membuang plastik hitam berisi narkoba itu. Saat membawa plastik hingga melemparkan bungkusan melewati tembok rutan, JS tepergok petugas. Melihat petugas memergoki aksinya, JS langsung lari. Namun, JS segera tertangkap anggota satgas.
Begitu dibuka bersama polisi, plastik hitam itu berisi narkoba, yakni 2 plastik sabu dengan berat total 100 gram, 1.610 butir ekstasi, 1.000 butir happy five, dan lysergic acid diethylamide (LSD) varian baru, CC4, sejumlah 4 lembar. CC4 biasanya digunakan dengan cara dibakar.
Di dalam kemasan plastik itu polisi juga menemukan uang Rp 7,8 juta yang ditaruh di dalam dompet. Juga ditemukan beberapa cincin. Nilai total barang di dalam plastik tersebut lebih dari Rp 1 miliar.
JS merupakan warga binaan yang tengah menjalani persidangan atas kasus penganiayaan. Saat kejadian, JS merupakan satu dari 3.753 warga binaan di Rutan Salemba. Padahal, kapasitas rutan ini 864 orang. Petugas pengamanan di dalam rutan ini hanya 20 orang per hari.
Desakan eksekusi
Secara terpisah, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso, Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat, dan Slamet Riyadi dari Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) mengingatkan Kejaksaan Agung agar segera mengeksekusi mati bandar narkoba.
Desakan Budi itu disampaikan saat gelar perkara kasus Freddy Budiman di ruko Mutiara Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa. Freddy yang sudah divonis dengan hukuman mati diduga masih mengendalikan bisnis narkotika dari penjara di Nusakambangan.
Dari pengembangan kasus Freddy, polisi menemukan, antara lain, tiga jenis narkotika impor, masing-masing 50.000 butir ekstasi dari Belanda, 800 gram sabu dari Pakistan, dan 122 lembar narkotika jenis DOC (bukan CC4 seperti disebutkan Budi) dari Belgia di ruko Mutiara Taman Palem.
Terpidana mati kasus narkoba yang ditahan di Nusakambangan Freddy Budiman (tiga dari kanan) dihadirkan dalam rilis pengungkapan pabrik narkoba oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri di ruko Mutiara Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (14/4). Pabrik narkoba yang memproduksi ekstasi tersebut merupakan jaringan pengedar narkoba yang dikendalikan oleh terpidana mati Freddy Budiman. Jaringan tersebut juga mengedarkan narkoba jenis baru CC4 yang mempunyai bentuk seperti lembaran perangko.
Menurut catatan Kompas, tidak ada jenis narkoba bernama kimia CC4 seperti yang disebutkan Budi. Yang serupa dengan bentuk yang digelar kemarin adalah jenis DOC.
Jenis ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.