Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suatu Subuh di Rawa Bening...

Kompas.com - 19/04/2015, 18:36 WIB


KOMPAS - Jarum jam masih menunjukkan pukul 03.00. Namun, puluhan mobil bak terbuka yang mengangkut bongkahan-bongkahan batu sudah berderet rapi di sekitar Jakarta Gems Center, Rawa Bening, Jakarta Timur. Mobil-mobil itu milik para pedagang batu akik yang datang dari berbagai daerah di luar Jakarta.

Sabtu (18/4) dini hari itu, kawasan Pasar Rawa Bening, yang termasyhur sebagai pasar batu akik, masih sepi. Beberapa pedagang terlihat masih tertidur pulas di emperan toko, di atas meja pedagang kaki lima (PKL), bahkan di atas batu dagangan mereka yang dilapisi terpal. Tak ada kebisingan dan kesemrawutan yang identik dengan kawasan itu pada siang hari.

Beberapa pedagang yang sudah bangun terlihat berbincang sambil menyeruput kopi dan menikmati camilan. Mereka duduk di atas meja PKL sambil menunggu pembeli datang.

Gelombang tren batu akik akhir-akhir ini telah mengumpulkan para pedagang dari berbagai daerah itu Rawa Bening.

”Kami sudah seperti saudara. Sudah enam bulan kami menjalani hidup seperti ini sebagai pedagang batu. Mungkin kalau tidak jadi pedagang batu kami tak akan saling kenal,” ujar Fifing (57), pedagang asal Sukabumi, Jawa Barat.

Dia mengatakan, pedagang batu akik di Rawa Bening berasal dari berbagai daerah, seperti Aceh, Bengkulu, Lampung, Palembang, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan hingga Sulawesi.

Fifing awalnya bekerja sebagai buruh tani di Sukabumi. Namun, dia tertarik ganti profesi setelah melihat temannya yang sukses menjadi penjual batu akik. Apalagi, keuntungan yang didapat jauh lebih menggiurkan.

Lebih dari cukup

Saat menjadi buruh tani, pendapatan Fifing tidak tetap karena tergantung kepada orang yang memakai jasanya. Namun, saat ini dia bisa membawa pulang uang Rp 400.000- Rp 600.000 per hari. Itu dianggap lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan enam anaknya.

Fifing mengaku memperoleh batu dagangannya dari beberapa warga di daerah asalnya. ”Saya biasanya membeli dari tengkulak. Tengkulak itu mendapatkan batu dari petani yang mencari batu keluar masuk hutan,” ujarnya.

Dia menjual berbagai jenis batu akik, seperti kecubung, pancawarna, dan lavender. Harga normal batu-batu ini antara Rp 250.000-Rp 350.000 per kilogram.

Butuh 2-3 hari bagi para pedagang ini untuk menjual habis dagangannya di Rawa Bening. Saat dagangan habis, mereka pulang ke daerah asal masing-masing untuk kembali mengumpulkan persediaan.

Dengan penghasilan sebesar itu, para pedagang ini sebenarnya mampu menyewa penginapan. Namun, mereka justru memilih tidur di tempat seadanya.

”Kalau tidur di hotel tak bisa kumpul ramai-ramai seperti ini. Lagipula, kami harus menjaga barang dagangan masing-masing. Jadi, tidak boleh jauh-jauh dari mobil,” ujar Fifing.

Herman (42), pedagang asal Pandeglang, Banten, mengatakan, butuh waktu 6-7 jam dari rumahnya untuk sampai ke Rawa Bening. Ia sadar kesehatannya bisa terancam karena sering terkena angin malam saat tidur di emper toko atau di mobilnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com