"Kita harus menyadari penyalah guna itu orang sakit, ketika dia kambuh, akhirnya butuh narkoba. Dia dapat barang dari mana? Ya dari luar. Nah, ini yang menjadi ladang para bandar narkoba untuk mengedarkan di penjara," kata Anang.
Anang melanjutkan, seharusnya para pengguna direhabilitasi, bukan dipenjara. Sebab, hukuman penjara telah menyalahi aturan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 salah satunya mengatur penyalah guna narkoba harus direhabilitasi. Tetapi, lima tahun undang-undang itu berjalan, pemenjaraan terhadap pemakai masih saja terjadi.
"Saya ada datanya lho. Lima tahun berjalan, penyalah guna justru ada 20.000 orang (dipenjara). Kondisi ini sangat disayangkan dengan pencanangan kami untuk merehabilitasi pecandu narkoba," ujar Anang.
Kondisi ini tak lepas dari perbedaan tindakan antar-institusi penegak hukum. Anang berharap adanya kesamaan tujuan antar-penegak hukum. "Undang-undang kita enggak bilang seperti itu (untuk dipenjara), tetapi pelaksanaannya seperti itu (dipenjara)," ujarnya.
BNN menyatakan tetap optimistis merehabilitasi para penyalah guna narkoba. BNN mengklaim, sejak dimulainya kampanye merehabilitasi pemakai narkoba tahun lalu, sudah 3.000 orang yang direhabilitasi.
Presiden Joko Widodo pun, menurut dia, sudah meminta agar target tersebut ditingkatkan. Terlebih, BNN memiliki target untuk merehabilitasi 100.000 penyalah guna tahun ini. Adapun tahun depan, BNN menargetkan 200.000 penyalah guna yang direhabilitasi.
"Itu (3.000 orang direhab) sudah bagus karena baru lahir sudah angka sekian. Tahun ini kita baru pertama melangkah dan tahun depan sudah di-warning oleh Presiden untuk lebih targetnya," ujarnya.