Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ada yang Salah dari Penilaian BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah"

Kompas.com - 27/06/2015, 09:18 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, menilai, ada yang keliru dalam penilaian terhadap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah yang selama ini diterapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, kata Hamdi, penilaian yang dilakukan oleh BPK hanya mengacu pada harus terserapnya anggaran, tanpa melihat efektivitas penggunaannya.

Menurut Hamdi, selama ini banyak yang selalu mendapat nilai tertinggi dari BPK, yakni wajar tanpa pengecualian (WTP), padahal penggunaan anggarannya tidak efektif.

"Di kota tempat saya tinggal itu kerjaan pemerintahnya cuma bongkar pasang trotoar setahun bisa berapa kali. Memang sih jadi tinggi penyerapan anggarannya. Makanya, BPK juga selalu ngasih nilai bagus," ujar Hamdi seusai acara diskusi publik Menakar Peluang Ahok Maju sebagai Calon Independen, di Jakarta, Jumat (26/6/2015).

Contoh lain yang dipaparkan oleh Hamdi adalah mengenai daerah yang menggelontorkan anggaran yang besar untuk penceramah. Padahal, bila dicermati, penggunaannya tidak wajar.

"Anggaran Rp 10 miliar bayar ustaz buat ceramah selama 10 jam. Enggak tahu ustaznya ngomong apa saja satu jam Rp 1 miliar," ujar Hamdi.

Atas dasar itu, Hamdi menganggap harus ada sedikit perubahan dalam cara penilaian terhadap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK.

Sebab, kata dia, BPK tidak boleh hanya melihat dari tingginya penyerapan anggaran, tetapi juga dari efektivitas penggunaannya.

Hamdi menyampaikan hal tersebut menanggapi penilaian sejumlah kalangan yang menilai kinerja Pemprov DKI selama di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama buruk karena rendahnya penyerapan anggaran.

Ahok, sapaan Basuki, sendiri telah berulang kali menyatakan ia tidak peduli dengan rendahnya penyerapan. Ia menilai jauh lebih baik apabila anggaran tidak digunakan sama sekali ketimbang digunakan, tetapi diselewengkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com