Ia mengatakan, perombakan struktur pejabat di Pemprov DKI tak jauh berbeda seperti yang dilakukan di PT Kereta Api Indonesia (KAI) serta Kementerian Perhubungan. Bahkan, di PT KAI, perombakan pejabat bisa terjadi setiap minggu. Perombakan pejabat dalam waktu cepat itu, lanjut Agus, tidak masalah ketika pejabat yang dilantik berkomitmen untuk menjadi seorang "dirigen" atau pemimpin yang baik di bidangnya.
Lebih lanjut, ia mengakui, pegawai negeri sipil (PNS) biasanya sulit menerima perubahan. Ketika mereka sudah nyaman dengan pekerjaan dan lingkungannya, mereka enggan pindah ke bidang lain dan mulai beradaptasi kembali.
"Mereka pasti berontak, PNS itu alergi dengan perubahan. Di PT KAI dan Kemenhub, awalnya begitu kalau ada perombakan (pejabat), tapi akhirnya beres dan layanan publik membaik. Masalahnya, kalau di DKI itu gubernurnya bicara kasar, tidak pakai tata krama dan benar, sekarang banyak demoralisasi," kata Agus.
Supaya mendapat orang yang tepat menjadi pejabat DKI, lanjut dia, Basuki harus mengubah kebiasaannya yang kerap meluapkan emosi di depan publik. Kebiasaan Basuki yang kerap memarahi anak buahnya di depan publik menjadi preseden buruk di mata PNS DKI.
"Dia harus berpikir lebih strategis soal program-program unggulannya. Jangan loncat-loncat enggak jelas seperti sekarang. Hari ini bentuk Badan Layanan Umum (BLU) besok ganti BUMD, hari ini monorel, besok bangun LRT (Light Rail Transit), enggak jelas," kata Agus.
Pada Jumat (3/7/2015) lalu, Basuki melantik sebanyak delapan pejabat eselon II di lingkungan Pemprov DKI. Selain itu ada sebanyak tujuh pejabat eselon III yang dilantik dan 10 pejabat eselon IV yang dilantik. Basuki juga mengukuhkan sebanyak 11 anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).