Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengatan Gubernur untuk Pejabat Ibu Kota

Kompas.com - 13/07/2015, 18:05 WIB
Oleh MUKHAMAD KURNIAWAN

Langsung dan terbuka. Kadang di hadapan umum. Tanpa basa basi dan barangkali menyakitkan hati. Namun, dengan cara demikian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama beberapa kali "menyengat" anak buahnya. Tujuannya melipatgandakan laju roda birokrasi.

Sebanyak 66 pejabat berdiri rapi di belakang meja yang disusun rapi di Balai Agung di kompleks Balai Kota Jakarta, Jumat (10/7) siang. Di hadapan mereka ada pena serta beberapa lembar kertas yang disusun dalam sebuah map. "Saya ingin ini tidak sekadar formalitas. Tanda tangan hanya pengingat. Terpenting adalah kerja," pesan Basuki dalam sambutannya.

Hari itu, para pejabat diminta menandatangani kontrak kerja, berisi target kinerja sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan. Sebagian kalimatnya berbunyi demikian, "keberhasilan atau kegagalan pencapaian target menjadi tanggung jawab kami". "Kami" merujuk pada setiap pejabat penandatangan kontrak itu.

Sementara Gubernur bertugas memberikan pendampingan. Namun, di sisi lain, Gubernur memiliki kewenangan untuk mengevaluasi capaian kinerja sesuai perjanjian, dan mengambil tindakan yang diperlukan, dalam rangka pemberian penghargaan atau sanksi.

Siang itu, panitia menggelar 66 berkas, antara lain 1 berkas untuk sekretaris daerah, 5 berkas untuk asisten, 12 berkas untuk badan, serta 20 berkas untuk dinas. Setiap berkas mengandung target berbeda. Berkas ini juga menjadi cantelan untuk memperjelas dasar pemberian sanksi atau penghargaan.

Dengan perjanjian itu pula, Basuki ingin dirinya tak lagi dicap semena-mena mencopot jabatan atau memutasi pegawai. Sebab, dokumen itu memuat berbagai indikator jelas yang harus dicapai setiap pejabat.

Kritik langsung

Barangkali bukan Basuki jika tidak blak-blakan. Seperti beberapa kali terjadi, siang itu Basuki "menyemprot" seorang pejabat eselon II karena dia pergi ke luar negeri pada hari kerja tanpa izin atau pemberitahuan. "Jangan dikira saya tidak tahu, Pak! Mata-mata saya banyak," kata Basuki.

Di tempat yang sama, sepekan sebelumnya, Basuki menguliti kinerja seorang pejabat eselon II lain yang menurut dia tidak becus. Si pejabat, menurut Basuki, beberapa kali ditegur melalui lisan, baik langsung maupun telepon. Namun, kesalahan berulang. Akhirnya, si pejabat itu mengaku tak sanggup lagi memenuhi harapan Gubernur yang menurut dia terlalu tinggi.

Di hadapan puluhan peserta pelantikan, dua pejabat lain disebut Basuki tidak berani menegur anak buah yang salah. Keduanya lalu diberi target jangka pendek, yakni mencatat nama-nama staf yang malas kerja dan menyerahkan daftarnya kepada Gubernur dalam tempo 1-2 pekan.

"Yang terpenting adalah hati dan pikiran Anda harus jujur dan bersih. Jangan takut. Hari ini saya beri Anda hati macan agar lebih berani. Berulang saya katakan, jika ada yang mengancam, sampaikan kepada saya," kata Basuki.

Beragam cara ditempuh Basuki untuk menggerakkan roda birokrasi. Sejak awal tahun, beberapa lompatan ditempuh Pemprov DKI untuk menata birokrasi. Terhitung mulai 2 Januari 2015, 1.500 jabatan dihapus, menyisakan 4.676 jabatan dari total 8.011 jabatan sebelumnya. Ada 1.835 jabatan yang dikosongkan sementara.

Dengan sekitar 72.000 pegawai, birokrasi DKI Jakarta terbilang gemuk. Dampaknya, dibutuhkan anggaran besar untuk belanja pegawai. Tahun 2015 saja tercatat Rp 19 triliun dana yang dianggarkan untuk membayar gaji.

Gubernur pun menempuh jalan lain, yakni dengan bongkar pasang pejabat demi mencari figur yang pas. Hingga pertengahan tahun 2015, sudah berulang Pemprov DKI merotasi, memutasi, dan menstafkan pejabat, terutama eselon II-IV.

Basuki berulang menyampaikan pesan bahwa dirinya tak mau terpatok pada kebiasaan bahwa lama karier dan kepangkatan menentukan posisi jabatan. Dia ingin siapa saja bisa berkompetisi untuk menduduki kursi jabatan. Semoga semuanya berujung pada perbaikan nyata.

---------------

Artikel ini sebelumnya ditanyangkan di harian Kompas edisi Senin, 13 Juli 2015, dengan judul "Sengatan Gubernur untuk Pejabat Ibu Kota".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com