Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI: Taksi Gelap di Soekarno-Hatta Paling Banyak Dikeluhkan

Kompas.com - 21/07/2015, 14:53 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


TANGERANG, KOMPAS.com - Keberadaan taksi gelap di Bandara Soekarno-Hatta paling banyak dikeluhkan oleh penumpang. Keluhan yang disampaikan menyangkut cara-cara sopir taksi gelap yang terkesan memaksa penumpang menggunakan jasanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, hal itu berdasarkan hasil forum dialog konsumen dengan pihak Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu.

"Paling banyak, konsumen mengeluhkan tentang transportasi khususnya taksi gelap," kata Sudaryatmo saat dihubungi, Selasa (21/7/2015) siang.

Dia mencontohkan, beberapa kasus sopir taksi gelap di lobi Terminal 2 menunggu penumpang penerbangan internasional yang baru saja mendarat.

"Sopir taksi gelap langsung pepetin si penumpang, tasnya langsung dibawa, diarahin ke mobilnya. Padahal, penumpang masih bingung. Kalau penumpang enggak mau, tetap diajak masuk dulu ke mobilnya," kata Sudaryatmo.

Meski penumpang tetap bersikeras menolak tawaran sopir gelap, sang sopir malah berusaha menawar-nawar harga sampai penumpang tersebut bersedia. Praktik seperti itu hampir setiap hari terjadi di semua terminal Bandara Soekarno-Hatta, baik Terminal 1, Terminal 2, sampai di Terminal 3.

Keluhan penumpang tentang taksi gelap sudah disampaikan dalam forum itu langsung ke pihak Bandara Soekarno-Hatta. Selain ada pihak bandara sebagai operator juga ada regulator yang hadir, yaitu Kementerian Perhubungan, dalam forum dialog tersebut. Saat itu, masing-masing pihak mengaku akan segera menindaklanjuti keluhan tentang taksi gelap tersebut.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama (Dirut) PT Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi mengakui mereka sudah lama mengalah terhadap keberadaan taksi gelap di Bandara Soekarno-Hatta. Budi juga menyanggupi untuk menempuh jalur hukum menindak tegas pihak sopir taksi gelap yang masih saja beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta.

"Tapi kita tetap utamakan langkah musyawarah. Musyawarah juga bisa tegas. Kalau musyawarah mufakat tidak tercapai, baru kita tempuh jalur hukum," ujar Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com