Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ungkap Penyebab Kematian Evan Perlu Penyelidikan Lebih Lanjut

Kompas.com - 02/08/2015, 10:24 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Evan Christoper Situmorang (12) siswa SMP Flora di Pondok Ungu, Bekasi, meninggal dunia dua minggu setelah mengikuti kegiatan masa orientasi sekolah (MOS). Pihak keluarga mengaitkan kematian Evan dengan kegiatan MOS yang diselenggarakan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memantau kasus kematian Evan.

Irjen Kemendikbud, Daryanto mengatakan, kasus Evan menjadi pelajaran bagi instansi seperti Dinas Pendidikan untuk lebih perhatian mengenai pelaksanaan MOS. "Kasus Evan ini jadi pelajaran, institusinya yang punya otoritas, dalam hal ini di pemda itu dinas pendidikannya, kita kasih teguran, kasih peringatan, harus lebih aware (soal MOS)," kata Daryanto, kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2015).

Daryanto belum menyimpulkan apakah kasus ini apakah karena kelalaian dari pihak sekolah dalam hal pengawasan. Kejadian ini menurutnya perlu pendalaman lebih lanjut. Namun, diakuinya, pada penyelenggaraan MOS sekolah masih ada yang kurang memperhatikan soal aspek kesehatan siswa pesertanya.

Hal tersebut menurut dia yang terkadang "lepas" begitu saja, sehingga kegiatan MOS kemudian diserahkan sekolah ke panitia yang notabene pelajar seperti 'permainan biasa'. "Kita enggak tahu apakah anak itu sehat atau tidak. Jarang juga diperiksa. Jadi kakak-kakak (kelas) nya menjalankan saja kegiatan itu, mereka tidak tahu," ujar Daryanto.

Dalam kasus Evan, lanjut Daryanto, dari penuturan ayah korban, hasil pengecekan di puskesmas ternyata korban disebut menderita asam urat. "Bapak almarhum sampaikan, dicek di puskesmas sakitnya setelah MOS, asam urat (anaknya) tinggi, 6,7. Buat orang gede saja kalau segitu, sudah tidak bisa jalan, kayak ada jarum di kakinya kalau napak sakit," ujar Daryanto.

Namun, pada kegiatan MOS itu pesertanya ternyata diminta berjalan kaki sejauh 4 kilomter. Untuk memastikan kematian Evan, menurut dia,  perlu pendalaman lagi.

Ia menilai, secara struktur, MOS yang diselenggarakan SMP tersebut cukup baik dan ini adalah kasus pertama yang terjadi di sekolah tersebut. "Tetapi kita perlu lihat dokumentasi (MOS) nya, harus wawancara teman sebayanya korban satu persatu secara terpisah. Dari kedua pihak baru kita lihat hasil obyektifnya. Dari situ kita bisa melihat efek anak meninggal bisa jadi bukan dari MOS itu. Tetapi bisa juga pemantikanya dari MOS itu, karena permainan (game), makan telat, bisa juga seperti itu," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Flora Maria Dagomez belum mau memberikan komentarnya terkait kejadian ini. "Aduh, saya sedang gereja. Besok saja datang ke sekolah," ujar Maria.

Seperti diberitakan, Evan meninggal dua minggu setelah mengalami sakit di kakinya setelah mengikuti MOS. Sakit itu menurut keluarga didapat setelah Evan mengikuti salah satu kegiatan MOS "cinta lingkungan" dengan berjalan kaki sekitar 4 kilometer.

Setelah masuk sekolah, sakitnya tak kunjung hilang. Berbagai pengobatan sudah dilakukan keluarga, dari refleksi hingga ke puskesmas. Namun, tak kunjung sembuh. Kemudian, Evan sempat jatuh di kamar mandi sekolah, sampai akhirnya tak dapat masuk sekolah. Dua hari setelah jatuh, yakni tanggal 30 Juli 2015, Evan mengalami kejang. Akhirnya, korban meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com