Yayat sendiri sudah mengunjungi Kampung Pulo untuk berdialog dengan warga di sana. Menurut dia, pokok permasalahannya adalah ketakutan warga, sehingga pemerintah perlu menghilangkan ketakutan tersebut.
"Mereka pindah mau, tetapi kehidupan mereka jadi lebih baik atau tidak (dengan tinggal di rusun), mereka takut," kata Yayat saat dihubungi di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Ia mengatakan, kehidupan di Kampung Pulo merupakan kehidupan perkampungan yang sangat padat. Satu rumah bisa diisi oleh 4-5 keluarga yang terdiri dari 10-20 orang.
Maka, dengan pemindahan ke rusun yang bersifat property to property, tidak akan cocok bagi mereka. Karena kondisinya di rusun, satu rumah hanya bisa dihuni oleh satu keluarga. Sehingga, tidak ada jaminan ekonomi yang bisa mereka peroleh.
"Bangunan sih oke, tetapi bagaimana kehidupannya ekonominya. Sekarang kan terjadi property to property. Karena miskin, siapa bisa beli rumah lagi?" ujar Yayat.
Selain jaminan ekonomi, Yayat juga menyoroti kehidupan sosial warga Kampung Pulo saat mereka sudah ditempatkan di rusun. Misalnya, dalam hal kemampuan berdagang dan menyekolahkan anak-anak mereka.
"Mereka khawatir bagaimana tempat usaha baru, sekolah baru ketika sudah dipindahkan," kata dia.
Karena itu, menurut dia, pemerintah seharusnya perlu berdialog soal kepastian kegiatan mereka. Tidak hanya sekadar memindahkan mereka ke sebuah rusun meskipun dengan fasilitas bangunan yang baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.