Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Mental Penumpang Commuter Line

Kompas.com - 09/09/2015, 09:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Adin (25), seorang karyawan swasta di Jakarta, kerap mengeluh dan uring-uringan sendiri tatkala pergi berangkat kerja pada hari Sabtu. Sebagai seorang komuter yang bekerja pulang pergi Bogor-Jakarta selama enam hari, dia menemui banyak perbedaan ketika naik Commuter Line pada hari biasa dengan naik kereta pada akhir pekan.

“Kalau Senin sampai Jumat, yang naik Commuter Line itu mayoritas pekerja dan notabene sudah paham gimana adab naik Commuter Line yang baik dan benar. Kalau hari Sabtu gini, kebanyakan yang naik Commuter Line itu rombongan orang-orang yang jarang naik kereta, egoisnya masih pada tinggi banget,” kata Adin yang terlihat tak bisa menyembunyikan wajah kesalnya.

Adin membandingkan perbedaan tingkah laku penumpang itu ke dalam beberapa studi kasus. Misalnya, ketika menunggu penumpang Commuter Line datang. Penumpang-penumpang yang notabene pekerja dan juga pengguna jasa Commuter Line rutin tahu harus menempatkan diri dengan tidak berdiri tepat pintu Commuter Line. Mereka berdiri tepat di samping kanan dan kiri pintu yang otomatis mempersilakan penumpang yang ada di dalam kereta untuk turun terlebih dulu.

Berbeda dengan penumpang Commuter Line pada akhir pekan. Begitu Commuter Line datang dan berhenti di stasiun, para penumpang akhir pekan itu langsung pasang ancang-ancang dengan berdiri tepat di depan pintu-pintu kereta.

Para penumpang itu seakan tak sadar bahwa bakal ada laju deras penumpang lain yang akan turun dari tiap-tiap kereta. Alhasil, aksi tarik dorong pun tak terelakkan lagi. Tak jarang, aksi kriminalitas semacam pencopetan pun terjadi dalam kerumunan itu.

Lain halnya dengan Laudya (24), seorang karyawati swasta yang juga pengguna rutin Commuter Line. Laudya tampak begitu kesal dengan orang yang makan dan minum di kereta.

“Bukan karena kita jadi kepengin ikut makan, tapi justru aroma makanannya itu yang mengganggu penumpang-penumpang di sekitarnya," kata dia.

Laudya mengaku pernah tak segan-segan menegur bapak-bapak yang bau makanannya benar-benar mengganggu indera penciumannya.

Masalah-masalah lain terkait adab dan kebiasaan penumpang yang pun masih banyak ragamnya. Permasalahan klasik pengguna Commuter Line terkait peruntukan kursi prioritas, misalnya. Adin lagi-lagi membuat perbandingan untuk studi kasus tersebut. Pada hari-hari kerja, kursi prioritas cenderung tidak diduduki orang-orang yang bukan berhaknya selain ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas. Bapak-bapak, anak muda, sampai wanita dewasa yang tidak merasa berhak kebanyakan memilih berdiri dibanding duduk di kursi prioritas itu.

Kebanyakan penumpang pada akhir pekan tidak berlaku demikian. Mereka seakan menunggu teguran dari WALKA (pengawal/petugas keamanan di kereta) atau penumpang yang ada di sekitar situ terlebih dulu agar penumpang yang tak berhak itu memberikan kursinya untuk penumpang prioritas. Hal itu menandakan bahwa peraturan tertulis yang terpampang di dinding kereta tidak benar-benar diperhatikan.

Barang bawaan selama menaiki Commuter Line juga masih menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh para penumpang. Padahal, PT KAI telah menetapkan batas maksimum volume barang yang bisa dibawa, yakni 40 cm x 30 cm x 100 cm.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan ketika melakukan liputan ini, tak hanya membawa barang bawaan dalam volume yang cukup besar, penumpang Commuter Line juga terkadang tidak memanfaatkan sarana menaruh barang bawaan yang disediakan tepat di atas tempat duduk penumpang. Mereka menaruh barang bawaannya tersebut di lantai kereta. Barang-barang tersebut tak jarang menghalangi laju penumpang yang lalu lalang.

Namun, dilema terjadi di lain sisi. Kebanyakan dari penumpang yang membawa barang-barang besar tersebut adalah para pedagang yang membawa barang dagangannya untuk kemudian dijajakan.

Suratman (35), seorang pedagang pakaian asal Bogor yang biasa membeli barang grosiran di Tanah Abang, mengatakan bahwa Commuter Line adalah sarana transportasi murah meriah untuk ia melakukan aktivitas ekonominya saban pekan.

“Pedagang kecil kayak saya gini enggak punya transportasi sendiri. Nah, KRL kayak gini menolong banget,” begitu kata Suratman dengan polosnya. (Alvidhiansyah Putra Anugerah)

Baca artikel ini selengkapnya di Kompasiana dengan judul Revolusi Mental Penumpang Commuter Line

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Megapolitan
Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com