Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjual Lapo Tak Tahu Asal Usul dan Kesehatan Daging Anjing

Kompas.com - 30/09/2015, 13:38 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mendengar kata warung lapo, maka yang akan tebersit dalam benak kebanyakan orang adalah masakan khas daerah dengan bahan baku daging anjing. Namun, tak banyak yang tahu asal muasal serta kualitas kesehatan daging anjingnya.

Ternyata, para pedagang lapo juga tak tahu banyak mengenai kualitas kesehatan daging anjing dagangannya, termasuk asal usul daerah daging anjing yang dibeli.

"Dari mananya asal (daerah)-nya belum tahu, kami enggak pernah nanya. Kami hanya pesan dan beli di Pasar Senen," kata Intan (48), pedagang warung lapo di Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (30/9/2015).

Intan juga mengaku tak tahu apakah daging anjing yang dibelinya di Pasar Senen itu telah melalui prosedur pemeriksaan kesehatan atau tidak.

"Habis kami beli sudah dalam bentuk daging seperti ini," ujarnya menunjukkan daging mentah di warungnya.

Namun, Intan mengatakan, biasanya ia akan mengenali apakah daging anjing yang dibeli sehat atau tidak berdasarkan warna dan aroma.

"Kalau yang enggak sehat itu warnanya sudah kehitam-hitaman dan aromanya enggak segar lagi," ujar Intan. (Baca: Ahok Sebut Tak Sedikit Lapo di Jakarta yang Bakar Anjing-anjing "Bentolan")

Oleh karena itu, bila mendapat daging tak sehat, dia tidak akan mengolah daging tersebut. Hal ini termasuk apabila dia menemukan daging anjing yang kulitnya tak sehat.

Pedagang warung lapo lainnya, Farida (50), mengatakan juga tak tahu soal kesehatan daging dan asal muasalnya.

Ia membeli dari sebuah rumah potong daging anjing yang lokasinya sejajar dengan deretan lapo di Cililitan.

Ia hanya percaya bahwa kualitas daging anjing yang dibeli di rumah potong tersebut baik.

"Saya percaya kualitas dagingnya, tetapi masalahnya dia (daging) rabies atau enggak saya enggak tahu," ujar Farida. (Baca: Ahok: Saya Sih Berharap Orang Mulai Takut Makan Daging Anjing)

Dalam sehari, lapo milik Farida butuh 1 kilogram daging anjing. Kata dia, ada anggapan bahwa daging yang dimasak dalam waktu lama sekitar 1 jam dan dengan suhu yang tepat tidak akan berbahaya untuk dikonsumsi.

Seperti diberitakan, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta berencana membuat aturan berupa pergub mengenai peredaran anjing konsumsi di kawasan Jakarta.

Selama ini, peredaran daging tersebut tidak dalam pengawasan dan tak jelas asal usulnya. Ada sejumlah aspek yang akan dikaji untuk menjadi materi pergub tersebut. Di antaranya, tempat penjualan daging anjing konsumsi, tempat asal, dan surat keterangan sehat untuk anjing yang akan dikonsumsi.

Kebiasaan mengonsumsi daging anjing disebut telah lama ada di Jakarta. Ibu Kota menempati peringkat terbanyak dalam hal konsumsi daging anjing, selain Solo.

Para pejabat mengatakan, tujuan pergub tersebut adalah menghindarkan warga dari penyakit rabies yang dapat ditularkan dari daging yang tak sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com