Rekomendasinya adalah membatalkan pembelian lahan yang terindikasi kerugian daerah senilai Rp 191 miliar tersebut.
"Dulu pas pemeriksaan pertama bilangnya (pembelian lahan) ini ada kerugian negara, terus disuruh balikin. Gimana mau balikin atau batalin? BPK ngerti enggak sih, beli tanah itu hukumnya adalah terang dan tunai," kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (24/11/2015).
Jika DKI menjual balik, harus ada pembayaran pajak dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Lagi pula, lanjut Basuki, Pemprov DKI sudah membeli lahan tersebut dan turut disepakati oleh DPRD DKI dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) Perubahan 2014 sehingga pembelian lahan tidak bisa dibatalkan.
"Terus kalau jual balik (lahan) mesti minta izin DPRD, padahal barangnya sudah dibeli. Kalau kami jual (lahan) sekarang, barangnya lebih mahal enggak seharusnya? Mau enggak pihak yang jual lahan itu, beli mahal dengan harga NJOP (nilai jual obyek pajak) sekarang? Enggak mau. Kalau kami jual (lahan) harga (NJOP) sama, itu termasuk kerugian negara," kata Basuki.
Jika administrasi atau sistem penganggaran Pemprov DKI salah, lanjut dia, seharusnya anggaran pada tahun-tahun sebelumnya juga salah.
Kemudian, Basuki juga menunjuk Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah yang mengurus pembayaran pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Ya mana gue tahu, itu urusan Sekda. Kalau Sekda salah, berarti Sekda yang dulu-dulu juga salah dong? Makanya saya bilang, ini pemeriksaan yang tendensius," kata Basuki.
Selain itu, jika mengembalikan lahan ini, Basuki mengakui adanya kesalahan yang dilakukan Pemprov DKI.
"Jadi namanya memang tendensius lalu kasih buah simalakama. Jadi laporan itu sudah enggak becus dan saya bilang ke BPK, kalau mau bersihkan diri mau jadi jagoan, buka saja (video) yang kemarin. Pasti top kamu," kata Basuki lagi.
Kasus pembelian lahan RS Sumber Waras bermula setelah BPK menemukan wanprestasi. Pemprov DKI membayar lahan sebesar Rp 755 miliar. BPK menemukan adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp 191 miliar.
Hal tersebut pertama kali diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI tahun 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.