Terkait hal itu, Kemenhub diminta melihat kembali, apakah sudah memberi solusi dari pelarangan tersebut, khususnya solusi bagi penumpang yang sudah banyak menggunakan jasa ojek dan taksi online.
"Kemenhub tidak bisa serta-merta melarang keberadaan ojek kalau pemerintah belum mampu menyediakan akses angkutan umum, sementara angkutan umum yang ada pun tidak aman dan selamat juga, seperti kasus metromini," kata Tulus melalui keterangan resminya, Jumat (18/12/2015).
Menurut Tulus, larangan Kemenhub itu secara normatif benar karena kendaraan roda dua tidak memenuhi spesifikasi dan standar sebagai sebuah angkutan umum.
Namun, larangan tersebut sudah sangat terlambat disampaikan sekarang. Terlebih lagi, sebelum ada ojek online, ojek pangkalan juga sudah banyak dan menjamur.
Jika larangan tersebut diterapkan saat ini, Tulus juga khawatir, penerapan sanksinya tidak akan maksimal. Pasalnya, keberadaan ojek pangkalan saja justru sudah banyak dipelihara oleh oknum aparat yang berwenang.
"Dipastikan sekalipun dilarang karena melanggar hukum, sanksi dan penegakan hukumnya pasti akan sangat lemah karena faktanya keberadaan ojek justru banyak di-back up oleh oknum aparat," tutur Tulus.
Maka dari itu, pemerintah diminta lebih dahulu mampu menyediakan layanan transportasi yang layak dan terjangkau bagi masyarakat sebelum memutuskan untuk melarang ojek dan taksi online.
Jika angkutan umum yang ada saat ini sudah baik, pasti masyarakat tidak lagi mau menggunakan jasa ojek dan taksi online.
"Jangan hanya bisa melarang, tetapi tidak mampu memberikan solusi," ujar Tulus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.