JAKARTA, KOMPAS.com - "Tuhan, jangan beri aku cobaan yang melebihi ini. Awalnya aku tak percaya dinyatakan sakit. Kukira ini mimpi, tetapi ini nyata."
Begitu catatan seorang pekerja seks yang ditemukan di salah satu tempat kos di Kalijodo, Jakarta Utara.
Dia memendam sakit, mengubur perasaan bersalah, hingga teror virus tak terobati: HIV.
Berantakan! Kaus dan celana mini berhias manik-manik tersebar di lantai kamar. Sebuah BH berwarna krem tergantung di satu ujung dinding kamar.
Sebuah kamar lainnya di lantai tiga Kafe Semilir Jaya ini tampak sama. Pakaian dalam hingga kondom berserakan. Pemiliknya tergesa setelah pemerintah dengan terburu-buru ingin menertibkan Kalijodo.
Sampul VCD bajakan tercecer di sana-sini. Dulu, ingar-bingar musik disko dan remix bergaung hingga dini hari dari kamar dan kafe-kafe.
Saat ini, kamar-kamar rerata ukuran 2 meter x 3 meter itu tidak lagi bertuan. Barang tersisa menjadi "santapan" pemulung.
Membuat mereka semringah membawa karung penuh barang bekas di punggung.
Kafe yang terletak di pinggir Jalan Kepanduan II ini telah ditinggalkan pemilik dan para perempuannya sejak pekan lalu.
Aliran listrik telah diputus. Angin yang berembus semilir dari sebuah jendela di ujung lorong menyeruakkan bau bangkai tikus, Sabtu (27/2/2016) siang itu.
Sebuah buku harian bersampul merah muda tergeletak di lantai. Nama pemiliknya Ayu, 22 tahun, seperti tertulis lengkap di buku.
Di halaman depan, dia mengaku "cewek jablay Kalijodo", biasa dipanggil Ega.
Sejak awal Oktober tahun lalu, dia mulai menulis kisahnya. Sebagian besar adalah sekelumit cerita percintaannya dengan seorang lelaki.
Di beberapa lembar, bekas bibir berlipstik tertempel saat hubungannya mesra. Sebagian lagi tentang keluarga, bagaimana dia ingin membahagiakan orangtua.
Terakhir, tentang penyakitnya. "Aku enggak tau lagi berapa lama bertahan. Tak tahu harus dapat biaya dari mana lagi. Pembengkakan pada kedua paru-paruku membuatku sulit bernapas dan membuatku tak tahan merasakan sakit yang amat menyiksaku," tulisnya.