Tak tanggung-tanggung, bungkus kabel yang diangkut sudah setara 19 bak truk setelah menghambat saluran air di gorong-gorong kawasan "ring satu" tersebut. (Baca: Lulung Sebut Masalah Sabotase Kulit Kabel Hanya Pencitraan Ahok)
Permasalahan gorong-gorong ini bukan kali pertama terjadi. Kata "gorong-gorong" mengingatkan kita akan aksi Joko Widodo ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Presiden RI tersebut pernah menceburkan diri ke gorong-gorong Bundaran Hotel Indonesia ketika itu.
Kompas.com pun sempat mengikuti aksi Jokowi masuk ke dalam gorong-gorong. Akhir Desember 2012, Jokowi masuk ke dalam gorong-gorong untuk memastikan apakah ukuran gorong-gorong di Jakarta sudah cukup untuk mengalirkan air.
Hanya sekitar tiga menit, Jokowi melihat-lihat keadaan dalam tanah kawasan protokoler tersebut.
Tak ada pejabat yang menemaninya turun ke dalam gorong-gorong. (Baca: Lihat Onggokan Sampah, Jokowi Masuk Selokan)
Hasilnya, Jokowi baru mengetahui bahwa diameter gorong-gorong Bundaran HI hanya 60 sentimeter.
"Bayangan saya, di bawah jalan-jalan di Jakarta gorong-gorongnya besar, bisa untuk sepak bola, tetapi kenyataannya cuma 60 sentimeter," kata Jokowi saat itu.
Hanya saja, isu gorong-gorong tampaknya hanya menjadi isu sepekan. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta lebih memilih mengoptimalkan pompa serta mengawasi tanggul untuk menanggulangi banjir di Bundaran HI.
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Ery Basworo pun hanya menyebut, gorong-gorong Bundaran HI sudah dibangun sejak tahun 1970.
Debit air tiap tahunnya semakin bertambah dan mengikis diameter gorong-gorong.
"Tahun 1970, intensitas hujannya kan tidak sebesar sekarang," kata Ery yang telah dipecat Jokowi tersebut.
Cara Ahok
Berbeda dengan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak mengikuti langkah mantan partnernya itu untuk masuk ke dalam gorong-gorong.