JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana memperberat syarat pencalonan kepala daerah melalui jalur perseorangan. DPR berencana naikan syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur independen.
Bagi pengamat politik dari Universitas Nasional Ansy Lema rencana itu bisa menunjukan bahwa partai politik tidak siap untuk bersaing dengan calon dari jalur independen.
"Publik juga bisa menilai bahwa memperberat syarat dukungan calon perseorangan sama dengan mengakui bahwa parpol memang tidak siap menghadapi persaingan politik dengan calon-calon pemimpin berkualitas, berintegritas dan didukung publik yang kebetulan maju dalam kontes elektoral melalui jalur perseorangan," kata Ansy kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Ansy menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meringankan syarat dukungan untuk calon perseorang mestinya tetap menjadi acuan dan rujukan. DPR mestinya lebih hati-hati dan cermat, sebab walaupun telah mengemukakan argumentasi demi menegakkan prinsip keadilan.
Baginya, publik tidak akan serta-merta percaya dengan alasan itu. Ansy menilai, sulit untuk tidak mengaitkan deparpolisasi yang dituduhkan terhadap calon independen dengan keinginan memperberat syarat pencalonan bagi calon perseorangan.
"Dengan kata lain, isu deparpolisasi sebenarnya muncul karena sikap reaksioner dan kepanikan parpol menghadapi calon independen yang kuat dan didukung oleh publik. Itu berarti, secara tak langsung parpol tidak percaya diri bersaing dengan kandidat kuat yang maju via jalur perseorangan," ujar Ansy.
Selain itu, publik menurutnya bisa melihat parpol justru bernafsu ingin menjegal calon perseorangan.
"Publik pantas bertanya, sejak kapan dan apa urgensinya sehingga DPR menganggap perlu memperberat syarat pencalonan calon perseorangan," ujar Ansy.
Elit parpol menurutnya tidak menyadari deparpolisasi sesungguhnya terjadi bukan karena munculnya calon independen, melainkan karena citra, performa dan kinerja buruk parpol. Karena itu, kata Ansy, memaksakan merevisi undang-undang tentang pilkada itu berarti parpol menggali kuburnya sendiri.
"Karena niscaya membuat rakyat semakin tidak percaya pada parpol," ujar Ansy. (Baca: Anggap Ahok Punya "Sponsor" Gila-gilaan, PDI-P Dukung Syarat Calon Perseorangan Diperberat )
DPR menurutnya mestinya belajar dari fakta adanya calon tunggal dalam Pilkada 2015 lalu yang terjadi di beberapa daerah. Sebab, dengan memperberat syarat bagi calon perseorangan, terbuka kemungkinan lebih besar akan semakin banyak calon tunggal dalam Pilkada tahun 2017 mendatang.
"Padahal, demokrasi yang sehat membutuhkan hadirnya semakin banyak pasangan calon, sehingga pemilih bisa menimbang, memilah, lalu memutuskan untuk memilih. Calon tunggal berarti tidak memberikan alternatif pilihan bagi rakyat," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.