JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Harian Partai Bulan Bintang (PBB) Jamaluddin Karim menilai, pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bahwa PBB hendak mengubah sila pertama Pancasila lebih parah dari kasus penyanyi dangdut Zaskia Gotik. Dia menilai, bedanya adalah Ahok seorang pemimpin.
"Jadi, lebih parah dari Zaskia Gotik. Kalau Zaskia Gotik kan tidak bisa menyebut Pancasila, tetapi kalau ini kan tidak tahu sejarah perumusan Pancasila, lebih parah dari Zaskia Gotik sebetulnya," kata Jamaluddin dalam konferensi pers di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (6/4/2016).
Menurut dia, Ahok sebagai seorang pemimpin seharusnya memahami sejarah perumusan Pancasila. Dia menganggap kasus Zaskia masih bisa ditoleransi atau masih bisa dipahami.
"Kalau Zaskia Gotik kan biasa goyang itik jadi enggak ada masalah. Masih bisa ditoleransi walaupun tidak ditoleransi, masih kita memahamilah."
"Tetapi, seorang Gubernur DKI yang tidak tahu sejarah, itu masalah besar," ujar Jamaluddin.
Dia menyatakan ucapan Ahok sembrono, dangkal, dan tidak memahami sejarah. Pihaknya menyesalkan pernyataan Ahok ini.
"Kami sangat menyesalkan pernyataan Ahok yang menunding orang-orang Partai Bulan Bintang ingin mengubah Pancasila adalah pernyataan yang sangat tidak berdasar dan sedikit pun tidak memahami sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara," kata Jamaluddin.
Jamaluddin bercerita, dalam pembahasan amandemen Undang-Undang 1945, pada kurun waktu 1999-2003, memang benar PBB mengusulkan adanya penyempurnaan pada Pasal 29 Ayat 1, yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
"Partai Bulan Bintang mengusulkan adanya penyempurnaan yang berdasarkan sejarah pada Pasal 29 Ayat 1 sebagai (menjadi) 'Negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya'," ujar Jamaluddin.
Namun, partainya tetap berpendirian bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terkandung dasar negara, yaitu Pancasila, merupakan dasar falsafah negara, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang sudah final dan tidak boleh dilakukan perubahan-perubahan.
Usulan menyempurnakan Pasal 29 ayat 1 tadi diperjuangkan dengan secara sah dan konstitusional. Akan tetapi, usulan PBB saat itu tidak mendapat dukungan mayoritas.
"Tetapi, kami menerimanya dengan lapang dada demi NKRI dan menjunjung tinggi hasil musyawarah di MPR," ujar Jamaluddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.