JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Jalan Lauser, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (9/5/2016), berbahagia karena pemberian surat peringatan kedua (SP 2) terkait rencana penggusuran permukiman mereka ditunda oleh Pemerintah Kota Administrasi (Pemkot) Jakarta Selatan.
"Kemenangan kecil" itu bukan akhir perjalanan mereka. Pasalnya, SP itu masih akan turun meski telah ada audiensi dengan Pemkot.
Kepada pihak-pihak terkait, seperti PD PAM Jaya selaku pemegang HGB, Pemkot selaku pihak yang akan menertibkan, dan BPN selaku instansi yang berwenangan memberikan sertifikat, warga meminta kejelasan.
Warga pada awalnya mengaku bahwa tanah tersebut milik PD PAM Jaya melalui HGB. Namun, mereka mengatakan, keberadaan HGB tersebut penuh kejanggalan. Pasalnya, BPN tidak pernah datang untuk melakukan pengukuran.
Warga yang selama puluhan tahun membayar Ireda dan PBB (pajak bumi dan bangunan) juga mempertanyakan apakah betul PD PAM Jaya merupakan pemilik lahan. Jika PD PAM Jaya merupakan pemilik lahan, lalu mengapa mereka yang membayar PBB.
Mereka pun kini menyatakan dengan lantang bahwa yang mereka tempati adalah tanah milik mereka.
"Warga DKI, khususnya Lauser, adalah pemilik tanah ini. Kalau ada yang mengklaim silakan, tetapi buktikan. Kami ingin melalui musyawarah dan mufakat. Kami tidak ingin berkonflik," ujar perwakilan hukum warga, Eka Prasetya, Senin.
Audiensi yang berlangsung Senin kemarin menjadi kali pertama mereka bertatap muka dengan pejabat setempat setelah munculnya wacana penggusuran. Pemkot telah mengundang mereka untuk sosialisasi sebanyak tiga kali sebelum turunnya SP 1, yaitu pada tanggal 6, 12, dan 15 April 2016. Namun, warga menolak hadir dengan alasan kehadiran mereka sama saja dengan tanda persetujuan terhadap penertiban.
Kini, mereka menyebut pihak pemerintah sebagai pengecut. Pemerintah dianggap main serobot karena tidak mampu menunjukkan sertifikat HGB PD PAM Jaya dan tidak memberi kejelasan terkait penertiban itu.
"Ternyata, Wali Kota Jakarta Selatan pengecut tidak berani menemui masyarakat. Yang hadir (audiensi) itu yang tidak punya kapabilitas. Dia tidak bisa jelasin asal-usul sertifikat itu," ujar Eka.
Terkait hal itu, Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi hanya memastikan bahwa penertiban terus berjalan.
"Mereka sudah kita undang tiga kali untuk sosialisasi, tetapi menolak hadir, ya sudah," ujar Tri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.