Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahasa Indonesia dan Anak Ahok yang Bernama "Daud", Bukan "David"

Kompas.com - 27/05/2016, 11:15 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dia menegaskan hal itu saat memberi sambutan dalam Lokakarya Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik.

Dia pun bercerita tentang nama anak ketiganya, Daud Albeener. "Anak saya yang bontot saya mau kasih nama seperti Nabi Daud. Wah, satu keluarga protes, 'Kok Daud, harusnya David dong'," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (27/5/2016).

Namun, Ahok menegaskan bahwa di Indonesia, David disebut dengan Daud. Ahok mengakui dia memberi nama kebarat-baratan terhadap dua anak tertuanya, yaitu Nicholas Sean Purnama dan Nathania. Dia tidak ingin melakukan hal yang sama kepada anak ketiganya.

Ahok mengatakan, keluarganya khawatir anak ketiganya akan kesulitan dalam bergaul saat sudah masuk sekolah.

"Aku bilang, 'Oh enggak bisa dong, bahasa Indonesianya kan Daud'. Jadilah anak saya namanya Daud. Wah, protes semuanya, tetapi kan mau-mau gue dong, anak juga anak gue," ujar Ahok.

Ahok mengatakan, kini anaknya malah bangga dengan nama itu. Hal itu membuktikan bahwa ketakutan keluarganya tidak terbukti.

Dalam lokakarya itu, Ahok berharap bisa menghasilkan pemikiran yang baik dan bisa diterapkan. Bahasa Indonesia bisa lebih sering digunakan di ruang publik Jakarta.

Meski demikian, Ahok menekankan bahwa Jakarta juga tidak boleh anti dengan bahasa asing. Dalam beberapa hal, penggunaan kata asing lebih dibutuhkan di Jakarta.

Ahok memberi contoh hotel-hotel seperti Grand Hyatt yang tidak mungkin dipaksa untuk mengubah namanya ke dalam bahasa Indonesia. Lokakarya itu dilakukan dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sesuai dengan amanat UU No 24 Tahun 2009.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud sudah memantau penggunaan bahasa media luar ruang di Jakarta. Hasilnya, penggunaan bahasa Indonesia di Jakarta masuk dalam kategori terkendali I dan II (Skala I-IV). Artinya, kondisi penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik berada pada level terendah dan rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com