JAKARTA, KOMPAS.com - Timun suri umumnya banyak dicari di bulan Ramadhan untuk kebutuhan hidangan berbuka puasa. Namun, peminat timun suri di Pasar Induk Kramatjati tahun ini menurun.
Mance (34) pedagang timun suri di Pasar Induk Kramatjati mengaku, penjualan tahun ini menurun drastis.
"Sekarang lebih menurun, cukup drastis ya," kata Mance saat berbincang dengan Kompas.com, di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (15/6/2016).
Padahal, empat hari pada puasa pertama permintaan timur suri menurutnya tinggi. Bahkan harga sempat naik sampai Rp 7.000 per kilogram. Selama itu tiap hari dirinya bisa menjual sampai 2 ton timun suri.
"Sekarang enggak menentu, hitungan kuintal saja enggak sampai ton. Harga juga sudah turun sekilo Rp 4.000 sampai Rp 4.500," ujar Mance.
Dirinya mengatakan, menurunnya permintaan karena faktor cuaca. Selain itu pula karena kebijakan berdagang di pinggir jalan yang aturannya sekarang ketat.
"Kadang di pinggir jalan orang jualan sekarang kan dioprek-oprek, enggak (bebas) seperti dulu. Kalau sampai diangkutin jualannya kan kasihan," ujar Mance.
Prediksinya, tahun ini selama bulan puasa penjualan hanya akan menyentuh 15 ton. Padahal tahun lalu laku sampai 40 ton timun suri selama bulan Ramadhan.
Sementara itu, hal yang sama juga terjadi pada penjualan Labu Parang. Sepekan setelah puasa pertama, penjualan labu yang biasa digunakan untuk bahan kolak dan kue itu jatuh.
"Kalau seminggu awal puasa sih sehari dua ton bisa. Tapi sekarang sehari mau laku satu ton juga berat," keluh Andi (30), pedagang Labu Parang.
Sepinya penjualan menurutnya karena pembeli di luar juga belum cepat laku. "Buah ini kan tahan lama, ya mungkin mereka juga masih ada stok," ujar Andi.