KOMPAS.com - Terik sinar matahari siang memanggang kulit, Kamis (23/6/2016). Namun, begitu menjejakkan kaki di pelataran Masjid An Nawier, suasana berubah sejuk.
Beberapa orang laki-laki terlihat tengah beristirahat di serambi. Sebagian lagi tertidur dan berbaring di dalam masjid.
Setelah shalat Ashar dijalankan, alunan ayat-ayat suci Al Quran mulai menggema dari masjid tua itu.
Anak-anak kecil mengaji di depan mimbar masjid yang megah, sedangkan orang-orang tua memilih sendiri tempat favorit masing-masing untuk membaca kitab suci.
Marbut masjid yang terletak di Jalan Pekojan Raya, Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat, itu sibuk menyiapkan gelas dan piring untuk berbuka puasa.
Tak jauh dari masjid itu, berjarak sekitar 70 meter ke arah timur, terdapat bangunan bersejarah lainnya, yakni Langgar Tinggi.
Dulu, langgar ini kerap dijadikan tempat singgah para pedagang yang naik perahu menyusuri Kali Angke.
Kini, Masjid An Nawier yang didirikan tahun 1760 itu masih menjadi tempat singgah mereka yang melintas, yang ingin shalat dan rihat sejenak menikmati hawa sejuk masjid.
”Saat bulan Ramadhan, ramai sekali orang mampir ke mari. Ada yang mau shalat, ada yang mau tidur dan istirahat. Semua kami persilakan,” ujar Dikky Bashandid, Ketua Pengurus Masjid An Nawier.
Di kawasan Pekojan ini memang banyak ditemui masjid bersejarah. Masjid-masjid itu merupakan peninggalan warga keturunan Hadramaut (Yaman), Arab, dan India, yang banyak tinggal di kawasan itu.
An Nawier yang berarti ”cahaya” itu juga menjadi saksi bisu penyebaran agama Islam di Jakarta.
Sejarawan Adolf Heuken SJ dalam buku Mesjid-mesjid Tua di Jayakarta (Yayasan Cipta Loka Caraka, 2003) menyebutkan, saat Islam masuk ke Pulau Jawa melalui pantai utara, masjid tidak dibangun dengan arsitektur baru.
Gaya bangunan dibuat menyerupai gedung-gedung lain yang sudah ada sehingga tak asing bagi penduduk setempat.
Hal itu supaya masyarakat tak merasakan peralihan kebudayaan dengan masuknya Islam.
Arsitektur masjid merupakan salah satu media penyebaran Islam yang pada akhirnya diterima masyarakat Indonesia.