JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Komnas HAM Siane Indriani menyoroti penertiban yang dilakukan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2016). Ia menyebut, meski pemerintah memberikan alternatif relokasi ke Rusun Rawa Bebek, relokasi itu manipulatif karena menyusahkan warga.
"Istilahnya disediakan, tetapi kan harus sewa. Jangan pakai hal yang sifatnya manipulatif, ya wong disuruh sewa kok," kata Siane.
Siane mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan Pemprov DKI untuk melakukan musyawarah bersama warga. Menurut dia, Pemprov DKI sudah merampas hak warga untuk tinggal dengan menggusur rumah yang mereka tempati selama bertahun-tahun.
Komnas HAM sudah mengirimkan surat untuk meminta penangguhan penggusuran hingga ada keputusan inkracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap dalam gugatan warga ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengatakan, alternatif relokasi yang dilakukan pihaknya sudah cukup akomodatif. Mayoritas warga sudah menerima kebijakan dan pindah ke Rusun Rawa Bebek.
"Yang dibayar warga itu biaya pemeliharaan, mana ada sewa cuma Rp 350.000, di bantaran kali di sini aja ngontrak Rp 500.000," kata Tri. (Baca: Genderang dan Tangis di Pembongkaran Bukit Duri)
Hingga hari ini belum ada penambahan warga yang pindah ke rusun. Dalam periode Agustus hingga September 2016 ini tercatat sudah 313 keluarga pindah ke Rusun Rawa Bebek.
Kemudian, ditambah dengan 97 keluarga yang sudah lebih dulu direlokasi pada Januari, total ada 410 keluarga yang telah pindah. Sementara itu, mereka yang belum atau tidak mengambil rusun berjumlah 70 keluarga.