Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdakwa Penghadang Kampanye Djarot Pasrah dengan Putusan Hakim

Kompas.com - 21/12/2016, 10:29 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Naman Sanip (52) terdakwa kasus penghadangan kampanye calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat sudah bersiap menerima vonis hakim. Hari ini, Naman hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk mengikuti sidang putusan yang akan digelar.

Pantauan Kompas.com, Rabu (21/12/2016), Naman hadir mengenakan baju putih berbalut rompi jaket kain bercorak abu-abu, mengenakan celana krem panjang dan peci berwarna hitam.

Naman terlihat ditemani istrinya yang hadir di ruang sidang, Hamlia (48), dan salah satu anaknya, dan seorang anggota keluarga.

Pengacara Naman, Abdul Haris Ma'mun, juga terlihat mendampingi. Kepada awak media, Naman mengaku pasrah menanti vonis. Dia sudah mempersiapkan diri.

"Persiapan doa supaya dibebasin, Insya Allah. Kita serahkan ke yang Maha Kuasa, Allah pasti memberikan yang terbaik," kata Naman, di PN Jakarta Barat.

Naman membantah menghadang Djarot. Ia menyatakan, massa yang menghadang justru yang ada di bagian depan. Dia hanya berada di belakang massa.

Dia mengatakan, niat awalnya memang bukan untuk menghadang Djarot. Sebab, ia mengira yang datang adalah Ahok.

"Yang diinginkan menyampaikam aspirasi aja karena yang saya tau katanya Ahok yang mau dateng jadi saya ingin negur, amanah orang-orang kampung," ujar Naman.

Namun, ternyata Djarot yang datang. Ia pun mengaku menyalami Djarot. Ia membantah menjadi pemimpim di rombongan massa yang menghadang Djarot. Termasuk yang memberi komando atau yang mengajak massa.

"Enggak ada yang ajak, sebenarnya massa udah gerak lebih dulu, saya ngikutin dari belakang," aku Naman.

"Yang menghadang mereka yang yel-yel, saya bukan mereka. Saya bukan rombongan mereka. Bukan sama sekali (mimpin)," ujar lagi.

Abdul Haris Ma'mun punya keyakinan kliennya bisa terbebas dari dakwaan. Abdul menilai tidak tepat tuduhan kliennya melakukan penghadangan. Abdul menyatakan, Djarot saat itu sudah selesai blusukan dan hendak menuju mobil.

Namun, karena ada demo di dekat situ, akhirnya Djarot menghampiri pada pendemonya. Abdul menyatakan, karena tidak ada yang usianya lebih muda, maka Djarot berbicara dengan kliennya.

"Bagi kami, unsur mengacaukan dan menghalangi itu enggak ada. Saya punya keyakinan bebas," ujar Abdul.

Sebelumnya, oleh jaksa penuntut umum, Naman dituntut hukuman tiga bulan penjara dan masa percobaan selama enam bulan. Tuntutan itu sesuai dengan pasal yang didakwakan, yakni Pasal 187 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Kompas TV Penghadang Djarot Bantah Jadi Koordinator Aksi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com