JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berkomentar soal hasil survei Litbang Kompas yang menyebut elektabilitasnya paling rendah dibanding calon gubernur DKI Jakarta lainnya.
Anies pun mengibaratkan hasil survei yang ada selama ini dengan potret para pelari.
"Ada potret nomor satu paling depan, ada potret nomer dua lebih depan, ada potret nomor tiga dan hari ini yang dipotret seperti itu ya," ujar Anies di Pulo Nangka Barat, Jakarta Timur, Rabu (21/12/2016).
(Baca juga: Survei Litbang Kompas: Pemilih Agus-Sylvi atau Anies-Sandi Akan Hindari Ahok-Djarot di Putaran Kedua)
Meski demikian, Anies mengatakan, tingkat elektabilitas yang diukur sebelum hari pemilihan ini bukan suatu hal paling penting. Hal yang terpenting adalah perolehan suaranya pada hari pencoblosan, 15 Februari nanti.
"Yang penting itu bukan nomor 1, 2, atau 3 di tanggal 21 Desember, tetapi yang penting itu nomor 1, 2, atau 3 di 15 Februari karena itulah yang menentukan hasil, bukan hari ini," ujar dia.
Anies mengatakan, dia dan timnya memilih untuk terus bekerja. Anies juga lebih percaya dengan survei yang dilakukan tim internalnya. Kata Anies, survei internal yang mereka lakukan melibatkan 3.000 responden.
"Cuma memang kita enggak pernah meminta untuk membentuk opini dengan menggunakan survei," ujar Anies.
Litbang Kompas pada Desember ini melakukan survei untuk melihat preferensi publik dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Hasilnya menunjukkan bahwa elektabilitas pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni tercatat paling tinggi, yakni 37,1 persen.
(Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Agus-Sylvi 37,1 Persen, Ahok-Djarot 33 Persen, Anies-Sandi 19,5 Persen)
Posisi itu dibayangi ketat oleh pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat yang mendapat 33 persen responden.
Di posisi ketiga pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan potensi keterpilihan 19,5 persen. Responden yang belum menentukan pilihan tercatat sebesar 10,4 persen.
Litbang Kompas menyebutkan, tingkat elektabilitas ketiga pasangan calon belum pada posisi dominan menguasai separuh potensi suara pemilih.