Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 10 Tahun

Kompas.com - 11/01/2017, 18:02 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Jakarta Utara, bukan hal baru. Kampus berseragam biru ini memiliki jejak kelam yang terus berulang.

Seakan tak pernah belajar, kekerasan antarsiswa terus terjadi. Korban pun berjatuhan, bahkan nyawa melayang.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, sudah terjadi enam kali kekerasan di STIP yang ditangani polisi.

Pada 12 Mei 2008, taruna tingkat pertama STIP, Agung B Gultom, tewas di tangan 10 taruna senior.

Kasus kematian Agung ini sempat disebut kelelahan karena mengikuti latihan pedang pora oleh pihak STIP. Namun, polisi melihat ada kejanggalan dan mendesak keluarga memperbolehkan jenazah Agung untuk diotopsi.

Selain itu, ada tiga taruna lain yang mengaku bahwa dianiaya bersama Agung. Polisi akhirnya mendesak keluarga Agung mengizinkan makam Agung dibongkar dan jenazahnya diotopsi.

Pihak keluarga mengizinkan makam Agung di Mabad Jerawat, Tandes, Surabaya, Jawa Timur, dibongkar polisi. Jenazah Agung diotopsi tim dokter Rumah Sakit Dokter Soetomo, Surabaya.

Hasilnya, ada luka memar di dada dan muka. Kepala bagian belakang mengalami pendarahan. Levernya rusak.

Para tersangka adalah Las, Nug, Ant, Ang, Put, Ha, Ma, Kar, Rif, dan Har. Korban antara lain, P, T, D, E, dan V.

Masih pada 2008, tepatnya bulan November, kekerasan di STIP kembali terulang. Jegos (19), taruna tingkat pertama, dianiaya oleh taruna senior hingga gegar otak. Kekerasan ini dilatari Jegos tak kunjung mencukur rambut setelah diingatkan.

Adapun ada dua kekerasan lagi terjadi pada tahun 2012 dan 2013. Data kekerasan itu berdasarkan hasil catatan Polres Metro Jakarta Utara.

Kekerasan di STIP kembali terjadi pada tahun 2014. Kali ini nyawa taruna pertama, Dimas Dikita Handoko, melayang sia-sia di tangan para senior.

Dimas tewas dianiaya para seniornya karena dianggap tidak respek terhadap para seniornya. Kekerasan tak dialami Dimas sendiri. Enam teman lainnya juga ikut mengalami kekerasan serupa dari tiga taruna senior.

Terakhir, kekerasan di STIP kembali terulang pada tanggal 10 Januari 2017. Taruna pertama, Amirulloh Adityas Putra, tewas dianiaya oleh lima taruna senior tingkat dua. Amirulloh dianiaya bersama lima taruna lain.

Kelima korban beruntung masih selamat dan mengalami luka memar. Pihak kepolisian menyatakan, enam taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Cilincing yang dianiaya oleh para seniornya terjadi saat "tradisi" menurunkan keterampilan alat musik tam-tam, bagian dari drum band.

Pada saat itu, enam taruna tingkat I yang dipanggil menghadap justru malah dianiaya lima seniornya dari tingkat II.

Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Awal Chairudin mengatakan, kegiatan menurunkan keterampilan alat musik menjadi tradisi di STIP. Sayangnya, bukan kepandaian yang diturunkan, melainkan kekerasan yang didapat para korban.

Polisi sudah menangkap lima orang yang diduga pelaku berinisial SM, WH, I, AR, dan J. Masing-masing peran para pelaku sedang didalami petugas.

Baca: Pesan Bung Karno dan Ironi Kematian Taruna STIP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com