JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komuntitas Nelayan Tradisioal (KNT), Iwan, mengaku kecewa dengan terbitnya hak guna bangunan (HGB) atas pulau D kepada pengembang. Menurut dia, kehidupan nelayan tradisional di Teluk Jakarta membaik setelah proyek reklamasi dimoratorium.
"Nelayan tersenyum sekarang, ekonomi meningkat karena moratorium reklamasi. Tapi begitu mendengar gugatan di Mahkamah Agung ditolak, para nelayan kecewa," kata Iwan saat ditemui di kantor Rujak Center for Urban Studies, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2017).
Proyek reklamasi selama beberapa tahun terakhir dinilai Iwan menyengsarakan rekan-rekannya. Mereka sulit mendapat tangkapan ikan.
"Dampaknya enggak pernah dipikirkan pemerintah, contohnya Pulau C, D, G itu jelas buat buruk sekali, muara dangkal, mata pencaharian susah, dan banyak yang tidak hidup di situ lagi," ujar Iwan.
Baca juga: Pemprov DKI Tanyakan Moratorium Reklamasi ke Pemerintah Pusat
Namun begitu proyek pembangunan pulau ditangguhkan pada April 2016, kondisi ekonomi mereka berangsur membaik. Apalagi, gugatan para nelayan dikabulkan hakim PTUN.
Sayangnya, harapan itu tidak berlangsung lama sebab upaya gugatan para nelayan di tingkat banding kalah, dan ketika mengajukan kasasi, digugurkan hakim.
Marthin Hadiniwinata dari KNTI menyayangkan putusan hakim Mahkamah Agung. Menurutnya, dengan gugurnya gugatan para nelayan, reklamasi berpotensi dilanjutkan dan pada akhirnya akan menyengsarakan nelayan serta lingkungan.
"Hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau C dan D itu bermasalah karena dua pulau itu hanya bisa untuk kepentingan kawasan lindung atau penyangga," kata dia.
Langkah hukum yang akan diambil para penggugat adalah terus melawan. Mereka minta kepada KPK dan KY untuk memeriksa dua hakim yang sebelumnya sudah memutus dalam memenangkan pemerintah Jakarta.
Lihat juga: Dinas LHK DKI Sebut Moratorium Pulau Reklamasi Akan Dicabut