JAKARTA, KOMPAS.com - Kampung Boncos di Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat kembali menjadi sorotan setelah polisi melakukan penggerebekan narkoba pada Rabu (7/2/2018) lalu di dua kamar kos di RT 006 RW 003 di kawasan itu.
Sembilan orang yang sedang melakukan transaksi sabu ditangkap dan diamankan di Polres Metro Jakarta Barat. Mereka diketahui sebagai warga pendatang, bukan warga asli kampung itu.
Barang bukti yang ditemukan yaitu 64 gram sabu yang terbagi dalam 10 bungkus plastik klip, alat hisap yang terbuat dari botol air mineral, sebuah golok, sebuah celurit, enam buah ponsel dan uang tunai Rp 1.480.000.
Kampung Boncos sudah lama dikenal sebagai salah satu pusat peredaran narkoba di Jakarta. Penggerebekan sudah berkali-kali dilakukan tetapi kawasan itu belum benar-benar bebas dari narkoba.
Baca juga : Pengedar Manfaatkan Anak Kampung Boncos Jadi Kurir Narkoba
Ketua RW 003 Azwar Lawaru mengetahui daerahnya dijadikan tempat transaksi narkoba.
Ia menyebutkan, model transaksi yang dilakukan yaitu bandar menyediakan barang di daerahnya, kemudian pengedar menjual kepada pembeli. Bandar-bandar narkoba itu tidak tinggal di sana. Para pengedarnya saja yang tinggal di kampung itu.
"Sebenarnya, masyarakat yang ikut dalam peredaran gelap narkoba bisa dihitung dengan jari. Lainnya hanya orang-orang luar," kata Azwar Jumat kemarin.
Warga setempat yang terlibat diketahui berperan sebagai calo. Mereka melakukan hal tersebut karena kondisi ekonomi.
"Jadi masyarakat itu cari makan juga di situ. Artinya nyaloin aja sekali Rp 10.000, 10 kali kan cepek (Rp 100.000), kan lumayan tuh. Kami sempat bilang, 'Cobalah berhenti'. Mereka bilang 'Ada enggak duduk-duduk aja dapat Rp 100.000?" cerita Azwar.
Hal ini membuat pengurus RT dan RW kesulitan dalam melakukan pemberantasan narkoba di Kampung Boncos.
Baca juga : Ketua RW: Dulu Bandar Narkoba Tinggal di Kampung Boncos, Sekarang...
Anak-Anak jadi calo
Para pengedar memanfaatkan anak-anak setempat. Langkah itu dilakukan agar warga tak mengusik kegiatan mereka. Anak-anak berusia belasan tahun ada yang terlibat sebagai calo dan dicekoki obat-obatan terlarang tersebut.
"Ya merusak anak-anak kami di sini kan. 'Eh ada barang baru nih, mau coba enggak?' Jadikan anak-anak tameng. Jadi kalau kami gempur dia, kami berhadapan dulu dengan anak-anak kami," kata Azwar.
Warga, kata dia, jadinya tak bisa mengambil tindakan tegas saat mengetahui ada warga lainnya yang terlibat dalam peredaran narkoba.
"Kami kan tinggal di situ, tidur di situ. Karena kami tinggal di situ risikonya kan buat kami. Targetnya ke kami. Kalau enggak ke kami, ya takutnya ke keluarga kami," kata Azwar.
Lantaran tak bisa menindak, Azwar mengatakan dirinya bersama para pengurus RT dan RW memberikan program keterampilan dan kegiatan positif. Mulai dari menggelar kelas memasak, pelatihan servis ponsel, bermusik, membuat kerajinan tangan hingga pendekatan agama.
"Kami kan bukan polisi yang bisa menangkap. Jadi kami hanya melakukan pendekatan agar tidak ada lagi yang warga yang terlibat," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.