Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI: Sekolah Harusnya Cari Solusi Pelunasan SPP, Bukan Menghukum Anak

Kompas.com - 29/01/2019, 11:15 WIB
Cynthia Lova,
Dian Maharani

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com -Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menilai tidak seharusnya sekolah menghukum muridnya yang tidak dapat melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan atau (SPP).

Hal ini dikatakan Retno untuk menanggapi siswi SD  Islam Terpadu Bina Mujtama Bogor berinisial GNS (10) yang mengaku dihukum push up 100 kali karena tidak membayar SPP selama berbulan-bulan.

Sekolah harusnya dapat membantu mencari solusi bagi pemenuhan hak atas pendidikan terhadap para siswanya yang orangtuanya kurang mampu secara ekonomi,” ucap Retno, melalui pesan tertulis, Senin (28/1/2019).

Jika ternyata orangtua siswi tersebut tidak bisa melunasi uang SPP beberapa bulan karena ketidakmampuannya, maka hal ini harusnya dibicarakan baik-baik.

“Sekolah juga harusnya bisa berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan setempat agar mencarikan jalan keluar, misalnya membantu memindahkan sang anak ke sekolah negeri terdekat, karena sekolah negeri untuk SD gratis, berbeda dengan pihak sekolah swasta yang memang operasional sekolah sangat tergantung dengan uang bayaran siswanya sehingga berbiaya,” ucap Retno.

Baca juga: Pengakuan Siswi SD yang Dihukum Push Up 100 Kali karena Tunggak SPP

Selain itu, pihak sekolah juga bisa berkomunikasi dengan para orangtua lainnya melalui komite sekolah sehingga bisa dicarikan solusi.

“Misalnya dengan mencarikan orangtua asuh atau bantuan beberapa orangtua yang mampu melalui program subsisi silang untuk siswa yang orangtuanya kurang mampu secara ekonomi,” tutur Retno.

Sebelumnya, Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama, Budi membenarkan adanya hukuman push up yang dilakukan oleh pihaknya kepada GNS. Budi mengatakan, hukuman tersebut dilakukan karena GNS belum melunasi SPP selama berbulan-bulan.

“Sudah sangat banyak sih hampir 10 bulan lebih sih belum bayaran bahkan sudah sampai setahun dua tahun gitu,” ucap Budi.

Ia mengatakan, hukuman tersebut sebagai bentuk shock therapy pada GNS agar orangtuanya melunasi SPP.

Baca juga: Kepala Sekolah yang Hukum Muridnya Push-up Bilang untuk Shock Therapy

“Jadi hanya shock therapy kita panggil saja, jadi memang kita lakukan (suruh push up) tapi tidak sampai sebanyak itu (100 kali) cuma 10 kali kok, terus kita ajak ngobrol lagi anaknya. Kita juga mengerti kondisinya anak-anak masak kita suruh sampai sebanyak itu,” tutur Budi.

Adapun GNS (10) mengaku diminta push up sebanyak 100 kali. Ia pun takut kembali ke sekolah.

“Takut (ke sekolah lagi). Takut disuruh push up,” ucap GNS di rumahnya di Depok, Jawa Barat.

Ia mengaku, setelah melakukan push up perutnya langsung sakit. “Sakit perutnya,” ujar GNS sambil memegang perutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com