KOMPAS.com — "Crong crong" begitulah bunyi musiknya sehingga dipanggil musik keroncong. Musik ini berasal dari Indonesia yang dimainkan oleh orang Portugis pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia.
"Kami memainkan musik keroncong dan berbicara di forum internasional bahwa keroncong berasal dari Indonesia, Kampung Tugu, karena kami telah memainkan musik ini sejak 1661," ujar Arthur James Michiels (50), keturunan ke-10 dari Letnan Mardijker, Jonathan Michiels, ketika ditemui Kompas.com di kediamannya di Kampung Tugu pekan lalu.
Arthur menjelaskan dulu moyangnya memainkan musik ini di tengah rawa-rawa di dalam hutan.
Baca juga: Dari Kampung Orang Portugis Jadi Gudang Kontainer, Rupamu Kini Kampung Tugu
Sebelumnya orang-orang Portugis ini, Mardijker sebutannya, tinggal di Batavia di bawah kekangan Belanda.
Namun, mereka memilih untuk mengasingkan diri ke daerah yang kini disebut Kampung Tugu. Letaknya di Cilincing, Jakarta Utara. Di sana mereka membangun kampung sendiri. Terdiri dari 23 marga, tetapi sekarang hanya tersisa 7 marga.
Keroncong sendiri biasanya terdiri dari alat musik biola, prunga, machina, gitar, cello, bass dan rebana. Namun, terkadang ditambahkan flute, saxophone, akordion, dan harmonika.
"Krontjong Togoe itu kan tertua saat ini, jadi kalau ke mana-mana orang-orang wah lihat kita" ujar Arthur.
Baca juga: Krontjong Toegoe, Tafsir Jakarta Tenggelam
Pria yang merupakan pemain bass betot di Krontjong Toegoe itu memiliki satu pengalaman yang tidak dapat ia lupakan, yaitu ketika Krontjong Toegoe diundang untuk menjadi bintang perayaan lima tahun penetapan musik Fado sebagai warisan budaya dunia di Lisbon, Portugal.
Grupnya pun meninggalkan kesan yang memukau terhadap orang-orang yang hadir di sana.
"Di sana kami pertontonkan sebuah musik yang tidak ada hubungannya dengan Portugal. Mereka pun kaget itu musik jenis apa. Namun memang liriknya bahasa kreol," tutur Arthur.
Arthur menjelaskan perkembangan musik Keroncong sudah sampai ke seluruh nusantara dan masing-masing daerah memiliki ciri khas sendiri dalam bermain Keroncong. Bahkan, grup Keroncong lain ada yang sedang naik daun melebihi nama Krontjong Toegoe.
Arthur mengakui pamor Krontjong Toegoe sudah memudar meskipun masih sering diingat masyarakat Indonesia.
Baca juga: Gado-gado Kampung Tugu Beda dari Gado-gado Betawi, Ini Rahasianya...
"Miris saja, capek sekali dari 12 Juli 1988. Hari ini kami tepat 31 tahun. Nama Krontjong Toegoe kan sudah gila-gilaan, tapi kok apresiasinya minim ya. Jadi aneh banget begitu," katanya.
Namun karena tanggung jawab moral, Krontjong Toegoe tetap eksis hingga saat ini meskipun terkadang mereka diperlakukan dengan kurang baik oleh oknum-oknum yang tidak menyukai musik keroncong.
Demi pelestarian musik keroncong mereka melakukan perjalanan ke banyak kota di Indonesia. Bahkan, menurut Arthur, di beberapa tempat di mana musik keroncong telah redup, gairahnya bangkit kembali setelah dikunjungi oleh Krontjong Toegoe.
Krontjong Toegoe pun sudah eksis di berbagai platform digital, seperti Spotify, Joox, iTunes dan YouTube.
Arthur sangat mengharapkan pemerintah mau membantu untuk melestarikan Kampung Tugu dan budayanya, yaitu musik keroncong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.