Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedatangan Sampah Luar Negeri Bikin Pemulung di Burangkeng Bekasi Dapat Rp 500 Ribu Sehari

Kompas.com - 31/07/2019, 16:53 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


BEKASI, KOMPAS.com - Datangnya sampah-sampah asal luar negeri ke lahan pembuangan di samping Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi pada 2017 justru menandai "masa jaya" para pemulung setempat.

"Dulu itu bahasa kasarnya, Rp 500.000 sehari itu orang memulung (sampah asing) bisa dapat," ujar Madih, Ketua RT 001 RW 003 Desa Burangkeng saat ditemui Kompas.com, Rabu (31/7/2019).

"Jadi warga yang ngeluh ya juga enggak ada, orang mereka malah senang bisa dapat duit banyak," imbuh Madih, yang rumahnya berhadapan langsung dengan lahan pembuangan sampah luar negeri yang berbatasan dengan proyek Tol Cimanggis-Cibitung itu.

Baca juga: Warga Sebut Sampah Luar Negeri di Burangkeng Bekasi Beracun

Beberapa warga Desa Burangkeng turut jadi pemulung sampah asing di lahan ini, meskipun jumlahnya kalah banyak dengan pemulung dari luar Burangkeng.

"Keluarga saya kan kebanyakan usahanya di limbah ini. Saya enggak pernah ngorek sih. Dapat cerita saja dari yang ngorek, ketemu dollar kadang-kadang juga mainan-mainannya dari luar negeri," ujar F, salah satu warga RT 001 RW 003 Burangkeng.

Aneka sampah bernilai ekonomi tinggi pernah mendominasi timbunan sampah di lahan pembuangan sampah asing tersebut pada 2017 lalu.

Salah satu daya tarik bagi para pemulung adalah mata uang asing yang terselip di antara timbunan sampah yang dibawa oleh puluhan truk sebuah pabrik kertas di Cikarang.

Baca juga: Sampah Luar Negeri di TPA Burangkeng, Ada Pasta Selandia Baru sampai Blueberry Cile

"Banyak yang nemu dollar juga dalam bentuk kertas. Kenapa enggak hancur? Saya juga enggak tahu, paling kadang terpotong dua," kata Madih.

"Semua ada. Mata uang dari Malaysia, Thailand, Vietnam, ada semua. Poundsterling segala juga," imbuhnya.

Madih mengungkapkan, para pemulung yang mendulang mata uang asing bakal menjualnya ke seorang penadah. Dollar Amerika, misalnya, dibanderol Rp 10.000.

Di samping mata uang asing, kaleng-kaleng kemasan makanan dan minuman impor berbahan aluminium juga jadi incaran para pemulung.

Madih mengaku tak tahu persis harga jualnya, tetapi kaleng-kaleng aluminium itu dikenal sebagai sampah yang paling tinggi harganya di kalangan pemulung.

"Tapi itu dulu, pas sehari bisa 40-50 rit yang bongkar sampah, pas buangannya masih dalam," Madih mengatakan.

Baca juga: Pecahan Dollar sampai Poundsterling Pernah Ditemukan di Dekat TPA Burangkeng Bekasi

"Masa jaya" tadi memang tak berlangsung begitu lama, hanya sekitar 6-7 bulan, kata Madih. Setelahnya, timbunan sampah asing sempat vakum mengisi lahan ini. Baru beberapa bulan ke belakang, sampah-sampah asing kembali berdatangan, namun dalam jumlah yang kecil.

"Sekarang bukan sedikit yang mulung, udah enggak ada. Udah enggak ada lagi yang bisa ngehasilin soalnya," tutup Madih.

Saat ini, sampah-sampah asing tersebut masih ada di lahan samping TPA Burangkeng, bercampir dengan limbah pabrik.

Kebanyakan sampah asal luar negeri itu berupa kemasan makanan, dari buah-buahan kering dari Selandia Baru, makanan ringan dari Kanada, dan olahan rumput laut dari Korea Selatan.

Baca juga: Penambang Emas Perkotaan dan Dilema E-Waste

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com