JAKARTA, KOMPAS.com - Waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB, Minggu (10/11/2019). Edi (45) tampak mengelap mikrolet warna biru M16 Kampung Melayu-Pasar Minggu yang telah ia kemudikan seharian.
Sambil berbincang dengan Kompas.com, Edi mengeluarkan segepok uang kertas Rp 2.000 hingga Rp 10.000-an dari sakunya. Ia menghitung pendapatannya setelah bekerja seharian.
"Rp 80.000 dari pagi jam 05.30-an. Ini sudah murni (pendapatan), di luar setoran (kepada pemilik mikrolet)," ujar Edi di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Pendapatan Edi merosot sejak maraknya ojek online di Ibu Kota. Biasanya ia bisa mendapatkan penghasilan paling sedikit Rp 300.000 per hari. Itu terjadi sebelum beroperasinya ojek online.
"Kalau sekarang, dapat Rp 100.000 sudah bagus banget," kata pria yang sudah bekerja sebagai sopir sejak 1995 itu.
Gara-gara munculnya ojek online, waktu berhenti untuk menunggu penumpang (ngetem) pun makin lama. Biasanya, waktu ngetem di terminal hanya 10 menit. Kini, setelah hadirnya ojek online, waktu ngetem bertambah bisa sampai 30 menit.
Baca juga: Yuk Naik Jak Lingko Ber-AC, Transportasi Umum yang Dapat Hindari Penumpang Terpapar Polusi Udara
"Waktu ngetem otomatis lebih lama, penumpang jadi marah," tutur sopir lainnya, Ahmad (51).
Mencari pekerjaan baru tak semudah membalikkan telapak tangan. Edi dan Ahmad pun memilih tetap bertahan sebagai sopir mikrolet di tengah gempuran ojek online.
Ahmad tak mau berharap apa pun kepada pemerintah. Menurut dia, hal itu sia-sia.
"Enggak ada harapan, enggak bakal digubris, capek-capek doang," ujar dia.
Sementara Edi, ia berharap pemilik mikrolet yang ia kemudikan bisa segera bergabung dengan program Jak Lingko Pemprov DKI. Dengan begitu, ia tak perlu pusing memikirkan penghasilan dan setoran.
"Kemungkinan besar bisa Jak Lingko, tapi entah kapan," kata Edi.
Sopir lainnya, Eko, pernah merasakan nasib serupa Edi dan Ahmad. Menurut dia, pendapatannya terpuruk sejak kehadiran ojek online.
Baca juga: Pemprov DKI Yakin Program Jak Lingko Bisa Perbaiki Kualitas Udara Jakarta
Namun, mikrolet yang ia kemudikan bergabung dengan Jak Lingko sejak Juli 2019. Pendapatannya per bulan kembali seperti sebelum maraknya ojek online.
Bedanya, dulu pendapatannya per hari harus mengejar target penumpang dikurangi uang setoran. Sementara setelah menjadi sopir Jak Lingko, ia mendapatkan gaji per bulan sebesar upah minimum provinsi (UMP), tanpa harus memikirkan setoran.
"Kalau dulu mikir setoran. Kalau Jak Lingko enggak mikir setoran, enggak mikir minyak (BBM), jadi lebih tenang," kata Eko.
Namun, konsekuensinya, Eko harus memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan sebagai sopir Jak Lingko. SPM itu antara lain tidak boleh merokok saat berkemudi hingga harus memakai seragam.
"Ketat banget Jak Lingko, harus berhenti di bus stop," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.