Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi PSI: Penjelasan Anies soal Reklamasi Ancol Janggal dan Tak Punya Dasar Hukum Tata Ruang

Kompas.com - 14/07/2020, 14:50 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Solidaritasi Indonesia (PSI) DPRD DKI mengatakan, ada kejanggalan dalam pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal reklamasi untuk perluasan kawasan Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan) di Jakarta Utara.

Pernyataan Anies tersebut diunggah di akun Youtube Pemprov DKI pada 11 Juli 2020.

Pernyataan Anies disebut janggal karena tak ada penjelasan mengenai dasar hukum soal tata ruang yang mendasari terbitnya izin reklamasi untuk Ancol dan Dufan.

Izin untuk reklamasi itu tercantum dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020. Kepgub tersebut berisikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dufan seluas lebih kurang 35 hektar (ha) dan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol seluas lebih kurang 120 hektar.

Baca juga: PSI Nilai Anies Mengada-Ada dengan Sebut Reklamasi Ancol untuk Tampung Tanah Hasil Pengerukan Sungai

Menurut anggota Fraksi PSI DPRD DKI Viani Limardi, salah satu acuan pelaksanaan proyek reklamasi adalah Peraturan Gubernur (Pergub) 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Di dalamnya telah diatur mengenai batasan ruang, arah pengembangan kawasan, struktur ruang, dan rencana pola ruang reklamasi.

Pergub itu merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

"Setahu saya, Pergub nomor 121 tahun 2012 itu belum dicabut dan Perda Nomor 1 tahun 2012 masih berlaku. Tapi, Pak Anies mengeluarkan Kepgub tanpa menyebut kedua produk hukum tersebut, padahal di dalam izin-izin reklamasi sebelumnya selalu menyebutkan kedua aturan itu," kata Viani dalam keterangannya, Selasa (13/7/2020).

Viani menyebutkan bahwa hal itu  tidak wajar. Anies mengabaikan produk hukum mengenai tata ruang yang seharusnya menjadi dasar terbitnya izin untuk reklamasi.

"Seolah-olah Pak Anies mengeluarkan keputusan tanpa mempertimbangkan aturan-aturan sebelumnya. Dalam tata kelola pemerintahan. Ini tidak wajar," lanjut dia.

Baca juga: Reklamasi Ancol di Mata Ahok, Apa Tanggapannya?

Saat menerbitkan keputusan reklamasi Ancol, Anies menggunakan tiga undang-undang sebagai dasar tanpa mencantumkan perda atau pergub tata ruang, yaitu UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Anies Baswedan meneken Kepgub itu pada 24 Februari lalu.

"Memberikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi dunia fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektar dan kawasan rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas lebih kurang 120 hektar," tulis Anies dalam Kepgub itu.

Kepgub itu juga menyebutkan, pelaksanaan perluasan kawasan terbatas pada pembangunan tanggul penahan, pengurugan material, dan pematangan lahan hasil perluasan kawasan.

Pembangunan di atas lahan perluasan kawasan harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Masterplan dan Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines/UDGL) serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Hasil pelaksanaan perluasan kawasan sebagaimana dimaksud pada diktum harus disertifikatkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan menjadi beban biaya PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk," tulis Kepgub itu.

Terbitnya izin reklamasi itu mendapat kecaman dari berbagai pihak, antara lain dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) hingga anggota DPRD DKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com