Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Ribu Buruh Bekasi Disebut Gelar Mogok Kerja dan Unjuk Rasa di Lingkungan Perusahaan

Kompas.com - 06/10/2020, 10:58 WIB
Cynthia Lova,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Ratusan ribu buruh di Kota dan Kabupaten Bekasi disebut akan gelar aksi mogok kerja massal dan unjuk rasa di perusahaannya masing-masing pada Selasa (6/10/2020).

Ketua Pengurus Cabang Federasi Sektor Pekerja, Percetakan Penerbitan Media dan Informatika, (PC FSP PPMI) SPSI Kota dan Kabupaten Bekasi Heri Sopyan mengklaim, aksi itu diikuti pekerja di sekitar 10.000 perusahaan di Kota maupun Kabupaten Bekasi.

Aksi ini bentuk penolakan para buruh terhadap pengesahan Undang-undang Cipta Kerja oleh DPR dan pemerintah.

"Iya serentak dua hari ini (6 dan 7 Oktober) akan mogok nasional tempatnya di masing-masing pabrik. Kalau pabrik yang di kabupaten ada 6.000 yang tersebar di kawasan maupun luar kawasan, untuk kota Bekasi sekitar 4.000 pabrik. Jumlah buruh ada sekian ratusan ribu kalau ditotal " ujar Heri saat dihubungi, Selasa.

Baca juga: Apa itu Omnibus Law Cipta Kerja, Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Para buruh nantinya akan minta perusahaan masing-masing untuk satu suara menolak UU Cipta Kerja. Dengan begitu, penolakan makin kuat.

"Harapannya semua teman-teman yang di pabrik. Kita menyampaikan ke teman-teman untuk negosiasi lah dulu bagaimana perusahaan bisa mengeluarkan satu surat bahwa itu untuk menolak atau mencabut Omnibus Law, targetnya itu," kata Heri.

Heri mengaku kecewa dengan tindakan DPR dan pemerintah yang mengesahkan UU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19.

Dengan pengesahan tersebut, kata dia, buruh merasa tidak lagi percaya terhadap Pemerintah dan DPR RI.

"Menyikapi Omnibus Law, pertama kita tidak bisa lagi menaruh kepercayaan terhadap DPR RI dan Pemerintah," kata Heri.

Baca juga: Bantah Surat Palsu, KSPI Tegaskan Buruh Tetap Mogok Nasional 3 Hari

Heri menambahkan, kini para buruh dari sejumlah serikat pekerja tengah lakukan konsolidasi bagaimana cara tepat agar Pemerintah maupun DPR mencabut pengesahan UU Cipta Kerja ini.

Alasannya, ada sejumah poin UU Cipta Kerja yang merugikan para buruh.

"Sampai saat ini teman-teman buruh dari lintas serikat pekerja sedang melakukan konsolidasi dan kegiatan untuk bagaimana caranya Omnibus Law bisa dicabut dan kembali ke UU yang sebelumnya. Kita akan terus melakukan sekuat-kuatnya sehormat-hormatnya untuk mencabut Omnibus Law baik dengan cara litigasi (gugatan hukum) dan non litigasi (aksi unjuk rasa dan mogok massal), tutur Heri.

Sebelumnya, ada tujuh poin UU Cipta Kerja yang ditolak buruh.

Pertama, para buruh menolak penghapusan ketentuan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Baca juga: Protes UU Cipta Kerja, Buruh Ancam Mogok Kerja di Bekasi Hari Ini

Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com