Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini Tak Ikut Turun Demo di Istana, Ini Alasan BEM SI

Kompas.com - 12/10/2020, 13:53 WIB
Rosiana Haryanti,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Indonesia (BEM SI) tidak ikut turun dalam aksi unjuk rasa yang dilaksanakan Senin (12/10/2020).

Meski begitu, Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian mengatakan, saat ini mereka berencana untuk melakukan aksi serupa.

"Kami fokus buat merancang konsep aksi biar lebih matang lagi," ucap Remy kepada Kompas.com.

Remy mengatakan, BEM SI tetap akan mendesak agar Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dapat dibatalkan, termasuk dengan mendesak Presiden Jokowi menerbitkan Perppu.

Baca juga: BEM SI Sebut Pemerintah Lakukan Disinformasi soal UU Cipta Kerja, Membuat Masyarakat Resah

Hingga saat ini, Remy menyebut, BEM SI tetap menuntut Pemerintah untuk bertanggung jawab dalam terjadinya disinformasi mengenai pengesahan UU Cipta Kerja.

Dia menganggap, Pemerintah memutarbalikkan narasi dan menuding bahwa gelombang protes massa dilatarbelakangi oleh hoaks dan disinformasi, seperti yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo, atau bahkan disponsori pihak tertentu seperti dituduhkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Justru pernyataan tersebut membuat keresahan baru di masyarakat karena 'judgement' yang disudutkan bahwa yang bergerak menolak UU Cipta Kerja sudah termakan hoaks dan disinformasi," ucap Remy.

BEM SI menilai Pemerintah yang menjadi biang keladi seandainya terdapat disinformasi tentang UU Cipta Kerja, lantaran membahas undang-undang yang merugikan buruh itu sembunyi-sembunyi.

Padahal, pemerintah semestinya mengemban tanggung jawab untuk transparan dan terbuka ketika membahas UU Cipta Kerja, bukan menutup-nutupinya dari publik.

Sebagai informasi, massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja di Istana Merdeka.

Unjuk rasa ini dilakukan setelah KSBSI merasa adanya ketidakadilan dari UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR pada 5 Oktober 2020.

Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan untuk membuat perjanjian bersama (SP/SB) dalam pertemuan tim tripartit.

UU ini dinilai mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003.

KSBSI juga mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com