Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bekasi Kerap Banjir, Wali Kota Singgung Alih Fungsi Rawa Jadi Bangunan

Kompas.com - 22/02/2021, 18:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyinggung pemanfaatan ruang di wilayahnya yang tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan sebagai penyebab banjir yang rutin melanda di musim hujan.

"Yang menjadi persoalan adalah akibat pemanfaatan ruang, pemanfaatan ruang tentunya lebih besar daripada ketersediaan ruang yang ada," kata pria yang akrab disapa Pepen kepada wartawan usai meninjau tanggul Kali Cakung di Perumahan Bumi Nasio Indah, Jatiasih, Senin (22/2/2021).

"Sehingga yang dulu wilayah water catchment (tangkapan air), air yang biasa bisa ditampung pada saat hujan deras, tidak bisa lagi (ditampung)," imbuhnya.

Persoalannya, wilayah-wilayah di Kota Bekasi merupakan dataran rendah dengan ketinggian hanya 29 meter di atas permukaan laut, termasuk perumahan-perumahan di sekitar Kali Cakung seperti Bumi Nasio Indah atau Kompleks IKIP yang dibangun pada dekade 1980-an.

Baca juga: Banjir Bekasi: Ironi Rawa yang Jadi Kota Penuh Beton

Rendahnya dataran Kota Bekasi membuatnya secara alamiah merupakan tempat parkir air, dibuktikan dengan sejarah lanskap Kota Bekasi yang dulunya didominasi rawa.

Namun, wilayah-wilayah yang mestinya rawa-rawa ini kini sudah jadi lahan terbangun, mayoritas perumahan.

"Perencanaan lahan terpakai buat rumah tinggal dan lainnya. Elevasi rumah-rumah lama yang rendah tidak mungkin lagi sesuai dengan peil banjir yang ada sekarang, maka dia menjadi tujuan air, di samping memang air tidak tertampung di saluran air yang ada, sehingga air cari jalan dengan membobol tanggul, masuk ke perumahan," ujar Pepen.

Riwayat alih fungsi lahan Kota Bekasi

Sejarawan Bekasi Ali Anwar mengisahkan, jejak banjir di Bekasi dapat ditelusuri pada abad 5 Masehi, waktu Raja Tarumanagara, Purnawarman, membangun sodetan Kali Candrabhaga dan Kali Gomati untuk mencegah banjir ke arah keraton dan pertanian.

Dampak banjir pun tak pernah begitu hebat. Masyarakat waktu itu punya cara hidup yang selaras dengan ketentuan semesta. Mereka beradaptasi, bukan membangun secara sembrono.

"Selama berabad-abad masyarakat Bekasi hidup dengan mengandalkan Kali Bekasi menggunakan perahu. Jalan dan rumah yang berjejer dari Bogor sampai muara Bekasi menghadap ke sungai. Rumah dibangun di lokasi tinggi yang tak terjamah banjir. Kalau kena banjir, mereka membangun rumah panggung," tutur Ali.

Pada zaman kolonial, rezim Hindia Belanda mulai membangun rel kereta api yang diikuti dengan pembangunan rumah serta mengganggu jalur air.

Baca juga: Banjir di Bumi Nasio Bekasi Surut, Warga Mulai Bersih-bersih Rumah

Banjir besar di Bekasi akhirnya terjadi beberapa kali dalam kurun 1920-1945, sebelum kembali terjadi pada 1961 hingga menyebabkan epidemi malaria di Rawalumbu.

Di rezim Orde Baru Soeharto, pembangunan terjadi besar-besaran di Jawa, terutama Jakarta.

Hal itu lantas menular ke Bekasi sebagai tetangga Ibu Kota, pada dekade 1980-1990.

Eksesnya, ekspansi penduduk dari Ibu Kota ke Kota Bekasi tak terelakkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com