Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekomendasi yang Pernah Dikeluarkan Belanda, Jepang, hingga Bank Dunia untuk Atasi Banjir di Jakarta

Kompas.com - 25/02/2021, 12:57 WIB
Singgih Wiryono,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjalanan panjang pengendalian banjir Jakarta yang hingga kini tidak tuntas pernah melibatkan beberapa pihak, termasuk negara dan lembaga asing.

Setelah Belanda tak lagi berkuasa di Nusantara, Indonesia pernah meminta bantuan negara itu terkait pengendalian banjir Jakarta.

Buku Sistem Polder dan Tanggul Laut Penanganan Banjir Secara Madani di Jakarta yang ditulis Sawarendro menyebutkan, akibat banjir besar di Jakarta tahun 1970, Presiden Kedua RI Soeharto meminta secara langsung bantuan teknis kepada Pemerintah Belanda untuk menanggulangi banjir Jakarta.

Belanda kemudian membentuk The Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta dari Netherlands Engineering Consultants (NEDECO) tahun 1973.

Baca juga: Dari Bang Ali hingga Ahok, Cerita Para Mantan Gubernur DKI Tangani Banjir di Jakarta

Konsep pengendalian banjir yang diambil NEDECO adalah mengalihkan aliran air sungai yang masuk ke wilayah Jakarta dengan cara rehabilitasi sistem drainase yang ada untuk disatukan secara efisien. Kemudian terciptalah rancangan Kanal Banjir Timur (KBT) dari Sungai Cipinang ke arah timur sebagai penampungan dan pengalihan banjir dari sungai-sungai Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung.

NEDECO juga merekomendasikan Kanal Banjir Barat (KBB) untuk dilebarkan di titik belokan utara Sungai Angke demi menampung aliran di Sungai Grogol.

Rekomendasi yang keluar di tahun 1973 tersebut diharapkan bisa sepenuhnya terealisasi di tahun 1985. Namun pada kenyataannya KBT baru selesai di akhir tahun 2010.

Selesainya KBT ternyata tak langsung membuat permasalahan banjir Jakarta beres.

Jepang sarankan kembangkan drainase

Jepang sebenarnya sudah mewanti-wanti Pemerintah Indonesia bahwa KBT tidak akan menyelesaikan masalah banjir di Jakarta.

Melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) tahun 1991, Jepang mengatakan masalah utama banjir di Jakarta adalah laju urbanisasi yang sangat pesat dan mengakibatkan beban drainase bertambah.

Dampaknya, risiko banjir di dalam kota meningkat.

Studi yang dikeluarkan JICA menekankan bahwa proyek pembangunan KBB dan KBT akan berhasil apabila perubahan pola penggunaan lahan akibat proses urbanisasi yang sangat cepat disertai dengan pembangunan sistem drainase yang layak.

JICA kemudian mengeluarkan perumusan master plan drainase, sanitasi, dan pembangunan saluran limbah seluruh kota untuk tahun 2010.

Selain itu, pembangunan jembatan di sisi-sisi sungai juga harus diperhitungkan dengan tinggi tanggul yang ada.

Studi yang dilakukan JICA menilai tinggi bebas dari jembatan di banyak sungai Jakarta tidak memadai sehingga menjadi jalur melubernya air sungai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com