TANGERANG, KOMPAS.com - Dua mafia tanah berinisial DM (48) dan MCP (61) menggunakan modus saling melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tangerang untuk mengakuisisi lahan seluas 45 hektare di kawasan Alam Sutera, Pinang, Kota Tangerang.
Mereka menggunakan surat-surat palsu untuk mengajukan gugatan tersebut.
Baca juga: Modus Mafia Tanah di Kota Tangerang, Saling Gugat di Pengadilan Pakai Surat Palsu
Meski memakai surat palsu, gugatan mereka diproses PN Tangerang. PN Tangerang mengeluarkan surat Penetapan Eksekusi Nomor 120/PEN.EKS/2020/PN.Tng pada 28 Juli 2020.
PN Tangerang menuturkan alasan mengeluarkan keputusan itu.
Humas PN Tangerang Arief Budi Cahyono mengungkapkan, dalam gugatan perdata, pengadilan harus memediasi pihak-pihak yang bersengketa sebelum memeriksa pokok perkara.
"Begitu para pihak yang bersengketa hadir di sidang perdata, berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016, harus menempuh proses mediasi sebelum diperiksa pokok perkaranya," papar Arief kepada awak media, Jumat (16/4/2021).
Baca juga: Hendak Akuisisi Lahan 45 Hektare di Kota Tangerang, 2 Mafia Tanah Ditangkap Polisi
Dalam proses mediasi, DM dan MCP kemudian berdamai dan menyepakati pihak yang menjadi pemilik lahan yang disengketakan.
Mediator diduga tidak memeriksa surat-surat yang mereka bawa, termasuk dokumen kepemilikan lahan.
"Mungkin mediator pada saat itu tidak memeriksa alat-alat bukti seperti dokumen-dokumen kepemilikan lahan 45 hektare karena mereka (DM dan MCP) sepakat untuk berdamai," ujar Arief.
PN Tangerang tidak mengetahui keaslian dokumen yang digunakan DM dan MCP karena agenda sidang belum memasuki pemeriksaan pokok perkara.
Baca juga: Kronologi Begal Tewas di Tebet: Tabrak Pot Besar, Terpental lalu Masuk Got dan Sekarat
PN Tangerang baru mengetahui surat-surat yang digunakan DM dan MCP ternyata palsu setelah keduanya ditangkap aparat kepolisian.
"Belakangan (setelah diungkap polisi) baru diketahui surat-surat itu palsu," ucap Arief.
Arief berujar, DM dan MCP memang tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat apa pun saat mediasi dilakukan.
Oleh karena itu, tidak ada satu pun pihak yang memeriksa keabsahan surat yang mereka gunakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selain itu, PN Tangerang juga tidak meninjau tanah seluas 45 hektare yang menjadi objek sengketa.