Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekerja Migran Antre Berjam-jam untuk Karantina, Ini Kata Pihak Wisma Atlet

Kompas.com - 20/12/2021, 16:50 WIB
Sania Mashabi,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beredar kabar bahwa telah terjadi penumpukan pendatang dari luar negeri yang ingin melakukan karantina kesehatan di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Sebagian besar dari pendatang itu adalah pekerja migran Indonesia (PMI).

Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Kogabwilhan) Kolonel Marinir Aris Mudian yang mengawasi karantina di Wisma Atlet kemudian angkat bicara.

Menurut Aris, antrean calon penghuni Wisma Atlet yang hendak dikarantina merupakan hal yang normal terjadi.

"Kalau ngantre biasa (terjadi) di dalam hal registrasi ya. Dalam keadaan normal. Tapi kalau ngantre-ngantre yang dikatakan (bahwa Wisma Atlet) penuh kita belum ada informasi," kata Aris kepada Kompas.com, Senin (20/12/2021).

Baca juga: Tumpukan Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta, Satgas Covid-19: Karena Wisma Atlet Lockdown

Aris mengaku belum mengetahui pasti adanya tenaga kerja Indonesia yang menunggu berjam-jam untuk bisa masuk Wisma Atlet.

Dia hanya menegaskan, antrean biasa terjadi dalam proses registrasi warga yang terkendala pemenuhan syarat untuk bisa masuk Wisma Atlet.

"Mungkin karena ada beberapa faktor yang membuat mereka menjadi antre," ujarnya.

Terkait keterisian Wisma Atlet sebagai tempat karantina, Aris menegaskan bahwa sampai saat ini tingkat keterisian Wisma Atlet masih normal.

"Pelaksana di Wisma Atletnya dari Kodam Jaya, mungkin kegiatan yang lebih detil langsung informasi ke Wisma Atlet," ucap dia.

Baca juga: Viral Video TKI Telantar di Bandara Soekarno Hatta, Tunggu Antrean ke Wisma Atlet dari Maghrib sampai Subuh

Sementara Koordinator Humas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Kolonel Kesehatan Dokter Mintoro Sumego mengaku belum mengetahui kapan antrean itu terjadi.

Ia pun tidak mau memberi penjelasan mengenai antrean itu karena proses karantina tepatnya di tower 4 dan 7 tidak berada di bawah pemantauannya.

"Kalau yang kita awasi kan untuk mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dulu itu adanya di tower 4,5, 6 dan 7, tapi karena pasien Covod-19 ini makin menurun jumlahnya, tower 4 dan 7 dikosongkan," kata Mintoro kepada Kompas.com, Senin (20/12/2021).

"Arahan pemerintah tower itu digunakan untuk karantina. Manajemennya ada di bagian karantina," jelasnya.

Sebelumnya, beredar video para pendatang, termasuk pekerja migran, harus menunggu berjam-jam untuk menjalani karantina di Wisma Atlet Kemayoran.

Baca juga: Viral, Video PMI Telantar Berjam-jam untuk Karantina di Wisma Atlet

Dalam video yang viral di sosial media sejak Minggu (19/12/2021) itu, terlihat para pendatang harus menunggu di luar pagar Wisma Atlet. Mereka duduk lesehan di lantai dan bahkan tertidur di depan pagar sambil menunggu proses untuk masuk.

Dalam video juga terlihat antrean bus yang mengantar para pendatang dari Bandara Soekarno-Hatta. Antrean bus itu berbaris di depan gerbang Wisma Atlet.

Salah satu warga yang merekam video itu menyebutkan, ia sudah menunggu berjam-jam untuk proses menjalani karantina sepulangnya dari luar negeri.

”Ya Allah demi nungguin masuk ke Wisma Atlet doang. Udah enam jam kita nunggu di luar ini belum dapet-dapet. Ada banyak lagi yang di dalam. Kasihan loh,” kata pria dalam video tersebut.

”Dan mereka itu sudah cukup lama kerja di luar negeri. Dan pengin pulang ke negeri sendiri saja dipersulit. Baru pulang disuruh antre begini. Kacau-kacau, ini aneh ini,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com