KOMPAS.com - Tari Cukin merupakan tarian khas asal Kabupaten Tangerang. Tarian ini menggabungkan seni budaya tradisional Jawa, Sunda, Cina dan Betawi. Adapun keempat unsur budaya ini menggambarkan keanekaragaman etnis di wilayah Kabupaten Tangerang.
Tarian ini merupakan hasil kreasi masyarakat yang diadaptasi dari Tari Selendang Betawi. Tari Cukin juga kerap disebut sebagai Tari Cokek.
Istilah kata Cukin sendiri berasal dari bahasa asli masyarakat Tangerang, yaitu selendang yang sering dipakai untuk menari atau menggendong anak. Dalam bahasa Jawa, kain cukin dikenal dengan sebutan kain jarik.
Tari Cukin berangkat dari keprihatinan sejumlah pihak di wilayah Kabupaten Tangerang yang merasa tidak memiliki identitas lokal budaya. Permasalahan ini kemudian diangkat dalam kegiatan workshop pengembangan kreasi seni daerah Kabupaten Tangerang pada tanggal 1 Agustus 2006.
Sejumlah praktisi seni Kabupaten Tangerang kemudian menggagas untuk menemukan identitas lokal di wilayah mereka dengan melibatkan seniman-seniman dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang kemudian memberikan tantangan kepada beberapa seniman lokal untuk menciptakan tarian yang dapat merepresentasikan wilayah Kabupaten Tangerang.
Baca juga: Mengenal Fungsi Seni Tari
Dinas Kebudayaan Kabupaten Tangerang kemudian memfasilitasi seniman se-Kabupaten Tangerang yang dikomandoi Nani Mulyani.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 2006, lahirlah Tari Cukin dan disahkan oleh Bupati Tangerang Ismet Iskandar. Meski begitu perjalanan Tari Cukin masih butuh waktu untuk bisa ditetapkan menjadi tarian tradisional mengingat syaratnya usia tarian harus kurang lebih 20 tahun.
Tari Cukin juga mengangkat gerakan yang penus isyarat makna. Menyajikan drama tari bertema pergaulan.
Drama tari ini mengisahkan lima orang nong (gadis) yang sedang bersenda gurau dan bergembira menikmati malam yang indah. Kegembiraan diluapkan dalam bentuk gerak tari yang sangat indah sehingga seorang laki-laki (kang) tergerak untuk ikut serta di dalamnya.
Di akhir kisah, para nong meninggalkan kang yang sedang terhanyut dengan tarian dan alunan musik. Saat tersadar, penari laki-laki kemudian mengejar lalu menarik selendang salah satu nong hingga terjadi tarik-menarik yang mengakibatkan penari laki-laki terjatuh.
tarian Cukin menggunakan alunan musik khas Tionghoa yang dipadukan dengan musik gambang kromong. Terdapat alunan lagu khas Betawi “Hujan Gerimis” dan juga lagu khas Sunda yakni “Tokecang”.
Pada awalnya tari Cukin ditarikan oleh lima penari perempuan dan satu lelaki, tetapi seiring perkembangan serta permintaan, tari Cukin bisa juga dilakukan seorang diri atau bersama-sama.
Musik pengiring tari Cukin ini juga menggunakan alat tetabuhan, gamelan dan musik gesek. Terdiri dari bonang, te khian, rebab, angklung gubrag, kendang, gong, kecrek, rebana marawis dan terompet.
Baca juga: Mengenal Tari Rampogan, Tari Gladiator dari Ngawi
Busana penari Cukin dominan oleh warna merah bata. Terpenting busana juga dilengkapi selendang yang menjuntai.
Selendang tersebut digunakan dalam adegan pembuka untuk menutupi wajah sebagai penggambaran sifat remaja puteri atau gadis yang terkadang malu-malu.
Sementara itu, kepala penari dihiasi oleh mahkota dan rambut penari dikonde sanggul.