Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandelnya Masyarakat yang Masih Suka Membuang Minyak Jelantah Sembarangan

Kompas.com - 30/11/2022, 16:48 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak 2018, Rumah Sosial Kutub menginisiasi gerakan sedekah minyak jelantah lewat program Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka (Tersenyum).

Manajer Program Tersenyum Rumah Sosial Kutub Nanang Ardiansyah berujar, gerakan ini salah satunya juga mengajak masyarakat agar tak buang limbah minyak sembarangan.

"Realitanya, berkaitan dengan hidup bersih, masih banyak masyarakat yang masih membuang minyak jelantah sembarangan," ujar Nanang kepada Kompas.com, Selasa (29/11/2022).

Menurut Nanang, banyak faktor yang membuat masyarakat membuang limbah minyak jelantah sembarangan. Nanang menduga masih banyak masyarakat belum tahu soal dampaknya bagi lingkungan.

Baca juga: Masih Banyak Masyarakat Gunakan Minyak Jelantah yang Sudah Hitam Pekat sampai Habis...

Pasalnya, kata Nanang, konsumsi minyak goreng setiap rumah berbeda-beda. Tak semua orang menggunakan minyak dalam jumlah banyak. Hal itu, kata dia, membuat orang malas mengumpulkan limbah itu agar bisa diolah kembali.

"Kami terus sampaikan kepada masyarakat agar bisa kumpulkan minyak jelantah walau sedikit. Sehingga, tak ada lagi yang dibuang di saliuran air dan lingkungan masing-masing," kata dia.

Agar Minyak Goreng Sisa Jadi Limbah

Gerakan sedekah minyak jelantah lewat program Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka (Tersenyum) diusung oleh Rumah Sosial KutubDoc. Rumah Sosial Kutub Gerakan sedekah minyak jelantah lewat program Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka (Tersenyum) diusung oleh Rumah Sosial Kutub

Nanang berpandangan bahwa memang tidak semua wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) memiliki program serupa Rumah Kutub Sosial.

Kendati demikian, Nanang berujar penggunaan minyak goreng harus lebih bijak agar tidak menyisakan limbah. Menurut dia, penggunaan minyak goreng harus dilakukan seefisien mungkin.

"Kalau memang tak terlalu dibutuhkan banyak, ya jumlahnya tidak harus digunakan banyak-banyak. Gunakan minya sesuai kebutuhan agar tidak jadi limbah," ujar Nanang.

Nanang pun mendorong masyarakat untuk tidak membuang minyak jelantah ke lingkungan meskipun sedikit. Menurut dia, akan lebih baik limbah tersebut disalurkan ke lembaga yang berwenang.

Adapun Rumah Sosial Kutub telah menggandeng Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Dinas Lingkungan Hidup dan pemerintah kota di lima wilayah.

Baca juga: Rumah Sosial Kutub Bergerak Jadikan Limbah Minyak Jelantah Jadi Sedekah

Program ini, kata Nanang, sudah melibatkan kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), kelompok dasa wisma, hingga juru pemantau jentik (jumantik).

Nanang menjelaskan, kader itu menjadi kepanjangan tangan Rumah Sosial Kutub untuk mengumpulkan minyak jelantah yang ada di masing-masing wilayah.

"Tak hanya Jakarta, program kami sudah menyebar hingga Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Meski begitu, basis kami masih di Jakarta," kata Nanang.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com