Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Setuju Jalan Berbayar, Warga: Transportasi Umum Belum Memadai

Kompas.com - 13/01/2023, 14:07 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga yang tinggal dan bekerja Jakarta mengaku keberatan dengan rencana Pemerintah Provinsi DKI menerapkan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota.

Berdasarkan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE), bakal ada 25 jalan yang diberlakukan sistem berbayar.

Pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik akan dikenai tarif sebesar Rp 5.000-19.000 saat melewati jalan berbayar elektronik.

Seorang warga Bekasi yang sehari-hari bekerja di Jakarta bernama Bryan (25) mengaku tidak setuju dengan wacana tersebut.

"Enggak setuju karena sekarang walaupun udah banyak mode transportasi umum, warga masih belum terlalu minat," tutur dia kepada Kompas.com, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Tak Sepakat Ada Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta, Lemkapi: Menambah Beban Masyarakat

Menurut Bryan, transportasi umum di DKI Jakarta masih belum memadai secara waktu.

Masih ada jenis transportasi umum yang jadwal operasionalnya lebih lambat dari yang tertera atau "ngaret", pun terlalu lama berhenti menunggu penumpang atau "ngetem".

"Jadi kalau masih belum banyak warga yang beralih ke transportasi umum, tapi berlakuin ERP itu, bakal tambah kemacetan baru," terang Bryan.

Ia tak yakin apakah kebijakan jalan berbayar ini akan mengatasi kemacetan.

Menurut dia, jika penerapan ERP menggunakan metode tapping kartu, akan ada sejumlah titik kemacetan baru di Ibu Kota.

Sebagai contoh, orang-orang yang biasanya bisa langsung melaju di suatu jalan, mereka harus antre dan tapping kartu dulu.

Pada akhirnya, akan ada kemacetan jika banyak orang melintas di jalanan tersebut, terutama jika ada yang lupa membawa kartu atau mengisi saldo.

Baca juga: Sistem Jalan Berbayar atau ERP Akan Diterapkan, Pengemudi Ojek Online Bakal Babak Belur?

Hal serupa juga dituturkan oleh Yogi (32), yang juga berdomisili di Bekasi.

"Kurang setuju karena cukup jalan tol aja yang bayar, jangan jalan yang biasa dilewati," ungkap dia.

Jika setiap hal selalu diuangkan, imbuh Yogi, masyarakat yang keberatan dapat memberi penilaian yang buruk bagi kebijakan pemerintah ke depannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Megapolitan
Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Megapolitan
Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Megapolitan
Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com