JAKARTA, KOMPAS.com - Eman Sulaiman, banting tulang mencari nafkah dengan menjadi marbut di Masid Al Istiqomah, Jalan Raya Daan Mogot, Jakarta Barat.
Selain menjadi marbut, Eman juga menyambi berdagang pentol di area pinggir rel kereta api di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.
"Saya awalnya pengasong di jalanan dulu di angkutan umum Kopaja, metromini itu," ungkap Eman saat ditemui di Masjid Al Istiqomah, Rabu (29/3/2023).
Baca juga: Honor Marbut Rp 1,5 Juta, Eman: Sebenarnya Enggak Cukup
"Beralih profesi jadi tukang makanan pakai roda buat dijual ke anak-anak, dagang pentol dan cilung (aci digulung). Tetap itu sambil di masjid tidak meninggalkan pekerjaan sebagai marbut," sambung dia.
Hal ini dilakukan Eman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Ibu Kota. Eman juga harus mengirimkan uang kepada keluarganya di Sukabumi, Jawa Barat.
Pria berusia 47 tahun ini mengatakan, tugasnya sebagai marbut ialah membersihkan area masjid, mengumandangkan azan, menjadi imam, hingga menjadi pembawa acara saat shalat Jumat.
Dia memulai pekerjaannya di pagi hari dengan bersih-bersih masjid yang berlokasi di dalam lingkup Polres Metro Jakarta Barat tersebut. Ketika selesai, Eman pun bergegas membuka lapak dagangannya di siang hari.
"Saya kan dagangnya hanya makanan satu macam, dagang pentolan bakso. Jadi saya enggak terlalu lama mengolahnya," ucap Eman.
Baca juga: Cerita Eman, Pedagang Jajanan yang Jadi Marbut demi Mencari Berkah
Selama 15 tahun menjadi marbut, kata Eman, upah yang didapatkan sesungguhnya tak cukup. Di Masjid Al Istiqomah ini, dia digaji sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
"Sebenarnya dijalanin saja, tapi memang tidak cukup. Full-nya sih enggak cukup, tapi Alhamdulillah bisa untuk menghidupi keluarga di kampung," jelas Eman.
Eman menyebut, semua uang yang diterimanya dari dewan kemakmuran masjid (DKM) sebagai marbut, dikirimkan kepada keluarganya di Sukabumi. Alhasil, Eman harus memutar otak lantaran upahnya yang pas-pasan dengan berjualan pentol.
"Ditambah dengan penghasilan di luaran, suka ada dari luar rezeki misalnya undangan kegiatan minta dibacakan doa, atau acara selamatan," sebut Eman.
Uang hasil penjualan jajanan tersebut digunakan Eman untuk bertahan hidup di Ibu Kota.
Baca juga: Tak Malu Jadi Marbut meski Lulusan Sarjana Hukum, Topik: Kuncinya Ikhlas, Berkah Hidup di Masjid
Ia juga mengirimkan uang lebih kepada istri dan dua anaknya di kampung dengan penghasilan tambahannya.
"Anak saya ada dua, satu sudah lulus SMA dan di pesantren satu lagi sudah kerja. Jadi alhamdulillah berjalan saja, tapi memang kalau kondisi keuangan belum maksimal," ucap Eman.
Eman berharap penghasilannya menjadi marbut bisa ditambahkan. Mengingat, pekerjaan yang dilakukannya pun tidak mudah.
"Marbut ini bagusnya bayarannya agar ditambahin saja, misalnya Rp 2,5 atau Rp 3 juta sesuaikan dengan masjidnya," pungkas Eman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.