DEPOK, KOMPAS.com - Setara Institute menyatakan bakal membuka diri jika Pemerintah Kota Depok mengajak bertemu untuk membahas hasil riset Indeks Kota Toleran (IKT).
Hal itu disampaikan Peneliti Senior Setara Institute Bonar Tigor Naipospos saat menanggapi sikap Pemkot Depok yang selalu menyangkal ketika dinobatkan sebagai kota paling tidak toleran.
"Kami terbuka kalau Pemkot Depok dan Wali Kota mau mengajak bertemu untuk pembahasan hasil riset tersebut," kata Bonar saat dihubungi, Rabu (12/4/2023).
Menurut dia, padahal beberapat tahun lalu, sejumlah fraksi DPRD Kota Depok hingga tokoh agama lintas iman pernah mengundang untuk membahas hasil riset tersebut.
Baca juga: Setara Institute: Pemkot Depok Selalu Denial Saat Dikategorikan Kota Paling Intoleran
Namun, sejauh ini hanya Pemkot Depok seakan-akan bersikap menutup diri.
"Bisa dibilang begitu (bersikap tertutup tak mau memperbaiki diri)," ujar Bonar.
Bonar menegaskan, hasil riset Setara Institute sebenarnya hanya memberikan pandangan dan masukan kepada Pemkot Depok atas persoalan di kotanya.
Hasil riset itu diperoleh dengan menggunakan metodologi dan indikator yang baku dan obyektif sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
"Riset ini tidak bertendesi apa-apa hanya memberikan titik pandang tertentu dan berusaha obyektif," ujar Bonar.
Sebagai informasi, Setara Institute menobatkan Kota Depok sebagai kota yang paling intoleran secara berturut-turut.
Baca juga: Sederet Alasan Wali Kota Idris Sanggah Depok Kota Paling Intoleran...
Dalam predikat ketiga kalinya pada laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022, Depok masuk kategori kota paling intoleran dalam urutan terbuncit setelah Cilegon, Banten, dengan skor 3.610.
Wali Kota Depok Mohammad Idris pun menyangkal hasil laporan Setara Institute tersebut.
Idris berpandangan hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris, Selasa (11/4/2023).
"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," ucap Idris.