DEPOK, KOMPAS.com - Setara Institute menilai Pemerintah Kota Depok selalu menyangkal ketika dinobatkan sebagai kota intoleran.
Hal ini terjadi kembali tahun ini ketika Setara Institute menobatkan Kota Depok sebagai kota yang paling intoleran secara berturut-turut.
Dalam predikat ketiga kalinya pada laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022, Depok masuk kategori kota paling intoleran dalam urutan terbuncit setelah Cilegon, Banten, dengan skor 3.610.
"Ini bukan kali pertama Depok masuk dalam kategori kota dengan skor indeks toleransi yang rendah, tapi reaksi dari Pemkot Depok selalu sama yaitu denial," kata Peneliti Senior Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos saat dihubungi, Rabu (12/4/2023).
Baca juga: Sederet Alasan Wali Kota Idris Sanggah Depok Kota Paling Intoleran...
Bagi Bonar, hasil riset Setara Institute sebenarnya hanya memberikan pandangan dan masukan kepada Pemkot Depok atas persoalan di kotanya.
Hasil riset itu diperoleh dengan menggunakan metodologi dan indikator yang baku dan obyektif sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
"Riset ini tidak bertendesi apa-apa hanya memberikan titik pandang tertentu dan berusaha obyektif," ujar Bonar.
"Kalau ada pemkot yang merasa bahwa hasil riset itu tidak tepat atau tidak benar, yah boleh-boleh saja. Biar masyarakat sendiri yang menilai," sambung dia.
Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Depok Mohammad Idris menyangkal hasil laporan Setara Institute tersebut.
Idris berpandangan hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris, Selasa (11/4/2023).
"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," ucap Idris menambahkan.
Idris pun menyinggung penyegelan masjid Ahmadiyah yang dianggap sebagai sumber intoleran Kota Depok.
Idris mempertanyakan penyegelan masjid Ahmadiyah yang dijadikan alat ukur Setara Institute sebagai penilaian kota tidak toleran.
Menurut Idris, hal itu tidak relevan lantaran penyegelan masjid ahmadiyah tak melanggar undang-undang.
"Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian? Karena kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Idris.
Bagi Idris, langkah penyegelan masjid Ahmadiyah merupakan sebagai upaya menjaga dan menyelamatkan jemaah Ahmadiyah dari kemungkinan ancaman-ancaman dari warga sekitar.
Terlebih, kata Idris, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah menfatwakan bahwa aliran Ahmadiyah sebagai ajaran sesat.
"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intolerir, maka kami pertanyakan," ujar Idris mempertanyakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.