Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Kebakaran Muara Angke Harap Pemerintah Bisa Bangun Kembali Rumahnya: Aksesnya Mudah

Kompas.com - 23/04/2023, 16:33 WIB
Rizky Syahrial,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu korban kebakaran di Muara Angke, Jakarta Utara, Parmi (53) mengharapkan pemerintah bisa merenovasi rumahnya.

Menurutnya, akses di kawasan Tembok Bolong ini sangat strategis untuk bepergian ke mana-mana. Apalagi jalur ini juga dilewati Transjakarta dan Jak Lingko.

"Iya saya berharap begitu (direnovasi) dari pemerintah, diganti jadi baru jangan dipindahkan, pokoknya kami berharap dibangun lagi rumah," ujar dia saat ditemui di posko pengungsian, Minggu (23/4/2023).

"Karena di sini aksesnya gampang mau ke mana pun misalnya kerja ya akses mudah. Karena Transjakarta lewat sini tujuan Pelabuhan Muara Angke ke Kota, JakLingko yang gratis juga lewat, mau ke mana pun gampang," kata Parmi.

Baca juga: Cerita Korban Kebakaran Muara Angke: Cucu Saya Nangis Bilang Komputerku untuk Sekolah Terbakar

Rumah gubuk Parmi diketahui hangus akibat amukan si jago merah pada Sabtu (22/4/2023) dini hari kemarin. Hal itu bertepatan saat malam takbiran perayaan Idul Fitri 1444 H.

Parmi bercerita, ia membeli rumah gubuk tersebut baru tiga bulan ke belakang. Karena itu, ia masih belum sempat mengurus surat-surat kepemilikan.

"Rumah gubuk ini saya beli baru tiga bulan lalu, belum sempat urus surat kepengurusan," ujar Parmi.

Jika rumah gubuknya tidak dibangun kembali, ia pun mengeluh jika harus mengontrak. Ia harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 850.000 per bulannya.

Hal itu dikarenakan umurnya yang sudah tua, tidak mampu bekerja seperti dahulu.

"Kalau kita ngontrak di daerah sini itu sebulan Rp 850.000," kata Parmi.

"Seorang nenek seperti saya enggak kuat bayar. Saya sudah janda, suami saya sudah meninggal. Enggak kuat saya," keluh dia.

Baca juga: Kondisi Terkini Kebakaran Muara Angke: Banyak Warga Bersihkan Sisa Puing Rumah

Selain ia harus menyiapkan biaya kontrakan yang mahal, Parmi juga harus menyediakan dana tambahan untuk kebutuhan sehari-hari rumahnya seperti air bersih.

Bahkan, ia juga harus memikirkan lagi untuk biaya kebutuhan sekolah bagi cucunya.

"Terus juga air bersih beli, kadang gerobakan, galon, pasti kebutuhan tambah gitu, sedangkan saya sudah tua umur saya berapa, belum juga kebutuhan sekolah cucu," terang dia.

Menurut Parmi, mengontrak di kawasan ini juga bukan merupakan solusi untuk Warga Tembok Bolong.

Hal itu dikarenakan posisi kontrakan yang sempit, membuat warga yang mempunyai anak banyak pasti tidak muat.

"Apalagi kalau ngontrak kamar sempit, yang keluarga di sini anaknya tiga atau empat pasti kan enggak muat," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com