BEKASI, KOMPAS.com - Penyegelan tiga sekolah dasar negeri (SDN) di Bantargebang rupanya merupakan buntut dari sengketa lahan berkepanjangan yang tak kunjung diselesaikan Pemkot Bekasi selama 20 tahun terakhir.
Selama dua dekade terakhir, ahli waris melakukan berbagai upaya agar Pemkot menyelesaikan tanggung jawabnya membayar ganti rugi lahan di tiga sekolah itu.
Namun, upaya tersebut tidak menemui titik terang sampai pada akhirnya ahli waris membawa perkara ini ke pengadilan dan memenangkan gugatan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dinyatakan harus membayar uang ganti rugi sebesar Rp 19 miliar atas tiga lahan sekolah.
Sejak 2003
Andri menjelaskan secara singkat, sengketa lahan ini sudah terjadi pada 2003. Namun, sampai 2019, tidak ada titik tengah terkait permasalahan tersebut.
Akhirnya, pada 2020, sengketa lahan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri Bekasi.
"Sidang bersidanglah segala macam sampai pada 2022 itu putusan kasasi dimenangi (ahli waris)," ujar Andri.
Baca juga: Perjuangkan Hak atas Lahan 3 SDN di Bantargebang, Ahli Waris: 20 Tahun Terombang-ambing
Kata Andri, Wali Kota Kota Bekasi Tri Adhianto pada saat itu menyampaikan bahwa Pemkot Bekasi akan membayar uang ganti rugi kepada ahli waris pemilik lahan.
Namun, pada November 2022, Pemkot tiba-tiba mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"Jadi kami melihatnya dia hanya mengulur-ngulur waktu saja, menghindari tanggung jawabnya," ucanya.
Ujungnya, pada April 2023, permohonan PK yang diajukan Pemkot Bekasi tak dikabulkan MA.
Ganti rugi Rp 19 miliar
Dengan adanya keputusan pengadilan dan MA, Andri menyatakan kalau tiga lahan tersebut milik kliennya dan Pemkot harus membayar ganti rugi.
Tiga sekolah yang diklaim milik ahli waris yakni SD Negeri III, IV dan V Bantargebang dengan total perkiraan luas tanah sekitar 3.400 meter.