Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Seksual Tak Diberikan Sejak Dini Disebut Picu Pedofilia Makin Marak

Kompas.com - 02/10/2023, 17:39 WIB
Dzaky Nurcahyo,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut kasus pedofilia atau kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi karena pendidikan seksual tak diberikan sejak dini.

Pejabat Sementara (Pjs) Komnas PA Lia Latifah mengatakan, dunia pendidikan terlalu sering menggunakan kata ganti untuk menyebut nama alat kelamin.

Akibatnya, anak-anak menjadi tak waspada ketika ada pedofil melancarkan aksinya.

"Pendidikan seksual tidak diberikan kepada anak sejak dini. Kadang-kadang guru di sekolah hanya bilang gini sama muridnya, 'Anak-anak, hati-hati ya kalau ada orang yang jahat ke anak-anak, kalian tidak boleh dekat-dekat'. Nah konteks jahatnya seperti apa, mereka tidak memberikan gambaran utuh. Akhirnya anak tak mengetahui kalau dia adalah korban kekerasan seksual," ujar Lia saat dihubungi, Minggu (1/10/2023) malam.

Baca juga: Pengamat: Kasus Jual Beli Video Gay Anak Bisa Menyangkut Jaringan Pedofilia hingga TPPO

Lia menyebut anak-anak seharusnya mulai dibiasakan untuk menyebut alat kelamin sesuai bahasa yang baik dan benar, sebagaimana tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Jangan membiasakan anak-anak menggunakan kata ganti "burung" atau "dompet".

Untuk laki-laki, harus dibiasakan untuk menyebut penis. Sementara, anak perempuan mulai dibiasakan untuk menyebut vagina.

"Anak sejak usia 2 tahun sudah boleh dikenalkan alat kelaminnya. Ngomongnya biasa aja, enggak usah takut, soalnya yang sering diajarkan orangtua kan pakai bahasa istilah. Contohnya, alat kelamin laki-laki adalah penis tapi dibilang burung. Alat Kelamin perempuan yang bernama vagina tapi malah dibilang pipit atau dompet," ungkap Lia.

"Itu kan istilah-istilah yang tidak benar, padahal di KBBI sudah disebutkan bahwa penis adalah alat kelamin laki-laki, vagina adalah alat kelamin perempuan. Itu seharusnya diajarkan kepada orangtua dan guru ketika di sekolah," sambung dia.

Baca juga: Anak-anak Rawan Jadi Korban Pelecehan, Komnas PA: Orangtua Harus Bangun Komunikasi dengan Anak

Dengan membiasakan anak-anak menyebut alat kelaminnya sesuai kaidah bahasa yang benar, maka para guru bisa memberikan contoh kasus tanpa istilah atau kata ganti nantinya.

Mereka bisa menggunakan kata penis atau vagina secara langsung untuk memberikan pengarahan kepada anak-anak soal pendidikan seksual.

"Enggak apa-apa diomongin seperti itu, itu adalah hal yang baik untuk diajarkan kepada anak. Misal, 'Kalau ada orang yang berani pegang penis kamu, kamu laporan sama ibu. Kalau ada teman kamu yang bercandanya menyentuh penis kamu, vagina kamu, payudara kamu, bilang ke ibu'," tegas Lia.

Dengan begitu, anak-anak disinyalir lebih waspada.

Sebab, mereka sudah terbiasa menggunakan kata penis atau vagina dalam kesehariannya untuk menyebut nama alat kelamin.

"Jadi jangan sampai ada lagi bahasa-bahasa yang sifatnya aneh dan menurut anak-anak itu jorok. Itu semua tidak tabu, kok. Intinya hindari penggunaan kata lain untuk menyebut alat kelamin atau bagian sensitif anak," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com