JAKARTA, KOMPAS.com - Wiyono Broto Soekarno (65), atau yang akrab disapa Wiyono BS ini tidak menyangka, jalinan takdir akan membawanya menjadi tenaga pendidik.
Pasalnya, Wiyono muda yang saat itu bekerja sebagai buruh pabrik mengaku tidak terlintas keinginan sedikit pun bercita-cita sebagai guru.
Layaknya lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) jurusan Mesin, Wiyono fokus mencari uang di pabrik hingga delapan tahun lamanya.
"Saya menjadi guru bukan kemauan saya. Tahun 1973 itu sewaktu masuk Jakarta, saya hanya punya bekal ijazah STM bagian mesin, lalu bekerja di pabrik selama delapan tahun," ujar guru seni budaya itu saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (24/11/2023) lalu.
Baca juga: Harapan Guru di Kota Bekasi, Diangkat Jadi PNS dan Perbanyak Tenaga Pendidik
Barulah di tahun ke delapan, Wiyono yang saat itu sudah menikah, memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.
Ternyata, ia pun harus menganggur selama satu tahun.
Di tengah-tengah masa pengangguran ini, Wiyono justru lebih memahami apa sebenarnya yang ia inginkan.
"Setelah keluar dari pabrik, saya sempat tidak punya pekerjaan selama satu tahun. Dari situ saya berpikir, kok saya ini kayaknya takabur, kurang bersyukur. Mulai dari situlah titik balik kehidupan saya," kata Wiyono.
Perlahan, ia pun menggali potensi dan kegemarannya akan seni rupa. Wiyono merasa, bakatnya ada pada bidang itu.
"Saya mulai punya prinsip selalu bersyukur. Itu tahun 1980-an, saya cari apa sih yang belum saya syukuri. Dulu waktu sekolah, setiap pelajaran menggambar, teman-teman saya selalu minta digambarkan. Walau saya sekadar coret-coret, juga banyak yang suka coretan saya," kata dia.
Baca juga: Momen Jokowi Beri Hadiah Jabatan Kepsek ke Guru yang Mengaku Manusia Pohon
Berbekal kemampuan itu, Wiyono sempat merintis usaha sablon kecil-kecilan. Tidak diduga, di sini lah takdir mulai menuntunnya menjadi guru.
Sebab, suatu ketika, seorang kepala sekolah tertarik pada desain batik yang dibuat oleh Wiyono. Hingga menawarkan Wiyono membuatkan baju batik sekolah.
"Saya merintis pekerjaan mandiri, membuka percetakan sablon. Dari situlah ternyata banyak karya saya digemari oleh para kepala sekolah. Pernah, ada sekolah yang minta dibuat kan baju batik, tapi saya enggak mampu karena memang peralatan saya enggak mampu ke sana," ujar dia.
Mendengar itu, kepala sekolah pun minta dibuatkan desain batik saja dan disanggupi oleh Wiyono.
Usai terpukau melihat karya Wiyono, tiba-tiba kepala sekolah justru mengajak Wiyono ikut mengajar di sekolah.