JAKARTA, KOMPAS.com- Kubu Firli Bahuri merasa tak bersalah atas terbongkarnya bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di sidang gugatan praperadilan atas penetapan tersangka kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Kan hakim yang berwenang memutuskan apakah itu menjadi rahasia atau tidak (soal dokumen),” kata kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).
Menurut Ian, selama hakim tak melarang, dia berhak mengutarakan dokumen-dokumen itu.
Baca juga: Kuasa Hukum Yakin Gugatan Praperadilan Firli Bahuri Dikabulkan Hakim
Terlebih, dokumen yang dimaksud hanya sebatas ditunjukkan saja, bukan untuk konsumsi publik.
“Ya kan hanya sebatas ditunjukkan di persidangan, bukan menjadi konsumsi umum. Jadi itu penjelasan dari kami mengenai barang bukti. Cukup, ya,” tegas Ian.
Diberitakan sebelumnya, kubu Firli sempat menyerahkan bukti dokumen terkait penanganan kasus dugaan suap yang menjerat pejabat di DJKA, Muhammad Suryo.
Bukti dokumen itu bahkan sampai membuat Kepala Bidang (Kabid) Hukum Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera gelang-gelang kepala.
Dalam sidang gugatan praperadilan dengan agenda pembacaan duplik, Putu mengutarakan kebingungannya soal hubungan kasus Muhammad Suryo dan penetapan Firli sebagai tersangka dugaan pemerasaan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Ada beberapa dokumen dijadikan barang bukti dan kami sudah punya 159 barang bukti yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan. Tapi, pemohon (Firli Bahuri) menyampaikan barang bukti yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang Praperadilan. Bukti P26 sampai P37," kata dia di ruang sidang.
Baca juga: 6 Jaksa Teliti Berkas Perkara Dugaan Pemerasan Firli Bahuri kepada SYL
"Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang operasi tangkap tangan (OTT) DJKA. Ini barang bukti yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah,” sambung dia.
Putu kemudian menanyakan kegelisahannya kepada Pakar Hukum dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi, yang dihadirkan sebagai saksi ahli.
“Mereka, pemohon, sedang melakukan praperadilan dengan termohon dalam hal ini Kapolri c.q. Kapolda Metro Jaya dengan urusan atau menggunakan Pasal 12 dan seterusnya UU Tipikor. Tapi kok pemohon ini menyerahkan barang bukti yang tidak ada korelasinya, saya bingung ini. Jadi apakah ini melanggar aturan secara hukum negara? Kami mohon perspektifnya dari ahli,” tanya dia.
Fachrizal kemudian menjawab, pertama-tama yang harus diketahui adalah data itu didapatkan secara legal atau sah.
Kemudian, apakah bukti itu bersifat umum, yang bisa didapatkan secara luas, seperti di dalam bank data KPK atau tidak.
Jika tidak, kata Fachrizal, harus dilihat relevansinya sejauh apa dengan kasus yang sedang digugat. Jangan sampai kasus yang dibicarakan mengganggu proses penyelidikan maupun penyidikan.
“Walau demikian, siapapun yang tak memiliki izin untuk mengungkap sebuah kasus di muka umum. Maka dia bisa disangkakan Pasal 54 UU Keterbukaan Informasi Publik. Dia bisa dituntut karena dengan sengaja mengakses dan memberikan informasi yang dimaksud. Bisa dipidana paling lama dua tahun dan denda Rp 10 juta,” ungkap dia.
Baca juga: Penyidik Ungkap 4 Alat Bukti yang Jadi Dasar Penetapan Firli Bahuri sebagai Tersangka
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.