JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, salah satu penyebab kemacetan di Ibu Kota ialah proses pembangunan sejumlah proyek strategi nasional (PSN).
Hal itu disampaikan Syafrin untuk menanggapi turunnya peringkat Jakarta sebagai kota termacet di dunia versi Tomtom Traffic Index 2023, tetapi kemacetan semakin parah.
"Secara keseluruhan tentu untuk Jakarta kan ada pembangunan LRT dan MRT, belum lagi PSN lainnya yang ada di Jakarta,” ujar Syafrin kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (15/1/2024).
Baca juga: Daftar Kota Termacet di Dunia 2023, Peringkat Jakarta Turun tapi Macet Kian Parah
Meski begitu, kata Syafrin, turunnya peringkat Jakarta sebagai kota termacet dari posisi 29 ke 30 menunjukkan adanya perbaikan dari segi penanganan kemacetan.
Kondisi ini dianggap tidak terlepas dari sejumlah upaya yang dilakukan. Salah satunya penutupan sejumlah lokasi putar balik atau u-turn di jalan raya.
“Tahun lalu dilakukan penutupan u-turn, 31 u-turn, dan diterapkan tujuh ruas jalan SSA (sistem satu arah),” kata Syafrin.
Selain itu, Dishub DKI juga mengoperasikan 20 traffic light berteknologi artificial intelligence (AI), untuk mengurangi kemacetan akibat lampu merah.
“Tentu perbaikan ada. Kami harapkan ke depan, tahun 2024 semakin masif lagi melakukan perbaikan kinerja lalu lintas,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, peringkat Jakarta dalam daftar kota termacet di dunia sepanjang 2023 dilaporkan turun dibandingkan 2022.
Hal tersebut tampak dari laporan TomTom Traffic Index ke-13 yang disusun berdasarkan pantauan dan analisis Tomtom International BV, perusahaan teknologi navigasi dari Belanda.
Pemantauan dan analisis ini mencakup 387 kota yang tersebar di 55 negara dan enam benua.
Laporan daftar kota termacet bertujuan menentukan peringkat kota-kota berdasarkan waktu perjalanan rata-rata dan memberikan akses gratis terhadap informasi kota per kota.
Selain waktu perjalanan rata-rata, TomTom juga menghitung biaya perjalanan setiap kota, baik pusat kota maupun metropolitan.
Variabel tambahan pun memungkinkan untuk mengukur dampak finansial dari biaya bahan bakar dan kemacetan lalu lintas, serta konsumsi bahan bakar per kWh dan emisi karbondioksida.
Berdasarkan laporan terbaru, peringkat Jakarta turun dari sebelumnya di posisi 29 menjadi 30 pada 2023.
Baca juga: Sebut Macet Terjadi di Semua Kota, Jokowi: Kerja Pemerintah Kejar-kejaran dengan Kemacetan...